Kakek Korban Orde Baru Dapat Rp 1 Miliar, Alamsyah: Wimanjaya Itu Legenda

Kakek Korban Orde Baru Dapat Rp 1 Miliar, Alamsyah: Wimanjaya Itu Legenda

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 22 Jan 2016 11:22 WIB
Alamsyah Hanafiah (ari saputra/detikcom)
Jakarta -
Korban rezim Orde Baru, Wimanjaya akhirnya mendapat setitik kebahagiaan. Sebab Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memerintahkan Pemerintah cq Jaksa Agung untuk memberikan ganti rugi Rp 1 miliar kepada Wimanjaya.

"Beliau, Wimanjaya itu legenda di dunia pergerakan," kata pengacara Alamsyah Hanafiah saat berbincang dengan detikcom, Jumat (22/1/2016).

Alamsyah merupakan kuasa hukum Wimanjaya saat dia harus menghadapi persidangan dengan tuduhan makar pada saat Orde Baru masih berkuasa. Di mata Alamsyah, Wimanjaya merupakan orang bersahaja yang kritis terhadap pemerintah, meski di tengah tekanan otoriter negara.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setahu saya, dia itu guru Bahasa Inggris di sebuah SMA di Jakarta Pusat tahun 1960 sampai 1965. Orangnya sederhana. Karena ia aktif menulis dan mengkritisi pemerintah, ia lalu dipandang oleh dunia luar dan sering mendapat undangan ikut konferensi di luar negeri," ujar Alamsyah.

Di mata Alamsyah, Wimanjaya merupakan aktivis proletar. Tanpa tunjangan finansial yang cukup, ia terus menerus mendengungkan kritikan terhadap era Orde Baru. Di tengah kesederhanaan yang bermodal keberanian, ia berani menggugat Soeharto.

"Ya hidupnya gitu-gitu saja," ujar Alamsyah.

Salah satu kritiknya adalah membuat buku Primadusta Soeharto yang diluncurkan di Amsterdam pada 1993. Sekembalinya ke Indonesia, ia diciduk aparat dan menghuni 2 tahun penjara tanpa alasan yang jelas. Setelah disidangkan di PN Jaksel, majelis hakim membuat putusan yang sangat fenomenal.

"Dia satu-satunya aktivis yang ditangkap Soeharto dan diadili dengan vonis bebas murni. Satu-satunya yang divonis bebas murni," tegas Alamsyah.



Sebagai pengacara probono, Alamsyah memiliki pengalaman yang tidak terlupakan saat mendampingi Wimanjaya. Ketika sidang Wimanjaya digelar di PN Jaksel, seluruh kursi di ruangan telah terisi penuh sehingga masyarakat tidak bisa mengikutinya.

"Tapi yang ikut sidang itu orangnya semuanya berbaju rapi, berdasi dan berrambut cepak," ucap Alamsyah tertawa.

Pengacara eksentrik itu menampik dugaan negatif tentang Wimanjaya. Namanya kurang terekspose karena pada tahun 90-an tengah ramai-ramainya pembredelan media massa. Pers yang berani mengkritik pemerintah dipastikan akan ditutup usahanya.

"Dia itu bukan intelijen. Dia itu tidak gila. Kalau gila, masak disidangkan? Hehehe...," ucap Alamsyah.

Alamsyah termasuk orang yang kaget mendengar kakek yang berusia 83 tahun itu diberi ganti rugi Rp 1 miliar. Menurut Alamsyah, ini di luar dugaan karena banyak kasus serupa didiamkan begitu saja.Β 

"Setelah divonis bebas, saya tidak mendampingi Beliau lagi," pungkasnya.

Atas kesalahan negara tersebut, hakim PN Jaksel yang terdiri dari Ahmad Yunus, Yuningtyas Upiek Kartikawati dan Nelson Siantur menghukum pemerintah memberikan Rp 1 miliar kepada Wimanjaya. Putusan ini masih diuji di tingkat banding. (asp/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads