"Jadi para korban itu diambil kemudian mereka diminta bertaubat dan bersyahadat kembali, kemudian dilakukan pembinaan aqidah dan syariah," kata Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Utang Ranu Wijaya yang merupakan anggota Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) usai konferensi pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2016).
Pembinaan seperti itu akan lebih difokuskan kepada korban. Hal itu karena korban lebih mudah dibina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gafatar merupakan metamorphosis dari Al Qiyadah Al Islamiah. Ahmad Musadeq yang mendirikan Gafatar pernah membentuk Negara Islam Indonesia (NII) sebelumnya.
Namun gerakan ini tidak bertahan lama. Pihak kepolisian segera menangkap Ahmad Musadeq dengan tuduhan penistaan agama dan divonis 2,5 tahun penjara.
Setelah keluar dari penjara, Musadeq meninggalkan Al Qiyadah Al Islamiyah dan mendirikan perkumpulan baru dengan nama Komar (Komunitas Millah Abraham). Komunitas itu menggabungkan tiga konsep ajaran agama menjadi satu yaitu Islam, Nasrani dan Yahudi.
"Ahmad Musadeq ini kan data yang diperoleh dia adalah sempalan dari NII yang jelas Negara Islam Indonesia, ketika dia menyatakan diri sebagai nabi dia mengatakan dia bermimpi dan yang menjadi rujukan pertama adalah rujukan Al Quran. Ya jelas itu Islam, itu dia bisa dikatakan kafir karena mengaku sebagai nabi dan mengatakan tidak ada ibadah," kata Utang.
Pada tahun 2007 lalu, Utang menyebut MUI pernah ingin menobatkan Musadeq dan membimbing ke jalan yang benar. Namun, hal itu hanya sebagai kedok untuk meringankan hukuman.
"Pada saat itu sudah ada semacam keinginan yang dia katakan untuk dicabut katanya sebagai nabi, tapi kemudian saya kira itu hanya srategi dia supaya lepas dari jeratan hukum yang lebih berat. Kalau dia terus mengatakan saya nabi tentu hukumannya lebih berat. Kemudian saat dia tidak lagi mengatakan saya nabi proses hukum tetap berlanjut dan masuk penjara. Kemudian penyakitnya berlanjut lagi, apa yang sudah dinyatakan sebelumnya," kata Utang.
Sementara itu Direktur Sosial Budaya Baintelkam Polri Brigjen (Pol) Bambang Sucahyo menyebut Ahmad Musadeq bisa kembali dipidana. Ia bisa terkena pasal penistaan agama.
"Kita lihat dari MUI, flashback tahun 2007, dia kan pernah dihukum pidana penistaan agama," kata Brigjen (Pol) Bambang Sucahyo yang juga sebagai anggota Tim Pakem Pusat.
Menurut Bambang, Mabes Polri bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan berdasarkan data kejadian di masyarakat. Di mana banyak warga yang merasa keluarganya hilang dan ikut Gafatar.
"Ya cukup berdasarkan kejadian di masyarakat, yang hilang, dsb, Fatwa MUI yang menyatakanΒ sesat dan melakukan penodaan agama. Jadi tidak perlu ada laporan," kata Bambang.
Musadeq pun terancam hukuman yang lebih berat daripada hukuman sebelumnya. Ia bisa dijerat dengan pasal dan undang-undang yang sama seperti dulu tentang penistaan agama.
"Materinya bisa jadi sama dengan pidana yang sebelumnya dia lakukan. Kan dalam BAP kita pertanyakan, pernah dihukum gak? Data tidak pernah bohong dong soal pidana yang dia lakukan. Itu otomatis bisa memperberat hukuman," papar Bambang. (elz/jor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini