Melihat Kesederhanaan Kakek Renta Korban Orde Baru yang Menang Rp 1 Miliar

Melihat Kesederhanaan Kakek Renta Korban Orde Baru yang Menang Rp 1 Miliar

Kartika Sari Tarigan - detikNews
Kamis, 21 Jan 2016 17:28 WIB
Wimanjaya (harianto batubara/detikcom)
Jakarta -
Siapa nyana, di ujung gang yang bersebelahan dengan Sungai Ciliwung, Jakarta Selatan, bermukim aktivis senior Wimanjaya. Ia baru saja memenangkan gugatan Rp 1 miliar atas tindakan represif rezim Presiden Soeharto di era Orde Baru.

"Senang tentunya (atas putusan PN Jaksel)," kata Wimanjaya saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Gang Jomban, Jalan Poltangan III, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2016).

Menuju rumah tersebut, tamu harus melewati rumitnya Jalan Poltangan. Bagi yang tidak terbiasa dengan jalanan Jakarta bisa saja tersesat. Bagi yang membawa mobil, kendaraan harus diparkir di Jalan Poltangan III dan untuk menuju rumah sederhana itu harus berjalan kaki 500 meter atau naik sepeda motor.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sepanjang gang dipenuhi rumah padat penduduk. Tidak tampak rumah mewah di gang tersebut. Namun demikian tata letak cukup rapi.

Rumah Sumanjaya sendiri ada di ujung Gang Jambon. Rumahnya ditandai dengan terali besi. Begitu masuk, tamu disambut 3 ekor anjing yang menggonggong. Antara ujung gang dan rumah terdapat selasar untuk istrinya yang menggunakan kursi roda untuk masuk ke dalam rumah. 

Rumah tersebut tidak terlalu besar. Dari pagar langsung menemukan ruang tamu terbuka. Tidak ada tanda-tanda kemewahan seperti sepeda motor, mesin cuci butut di luar rumah, jemuran baju tempat terbuka, dinding setengah anyaman bambu dan atap seng. Adapun kamar mandi berada di bagian luar dan belakangnya berhimpitan langsung dengan sungai Ciliwung. Di kanan kiri rumah, pepohonan masih rindang dan suara air sungai terdengar gemericik.

"Saya ada tanah di Sangihe-Talaud, nanti di tanah itu akan saya dirikan sekolah tinggi internasional Asia Pasifik," kata Wimanjaya dengan penuh bahagia akan harapannya.

Sebab bagi kakek 8 cucu itu pendidikan dirasakan sangat penting. Hal itu terlihat dari gelar pendidikan yang didapatkannya dari dua universitas di Amerika Serikat. Ia meraih gelar doktor pada 2002 dan pada 2004 mendapatkan gelar profesor.

"Jadi gelar saya itu Profesor Doktor Humanitarian Law. Jadi itu hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia," jelas Wimanjaya yang mengenakan kemeja putih dan celana abu-abu. 



"Gelar itu bukan bagaimana saya dapatkan, tapi saya banyak baca-baca buku hukum. Mempelajari bagaimana jurus para hakim yang sekarang juga beberapa saya pakai untuk melawan mereka," sambungnya dengan logat Sulawesi Utara (Sulut) yang kental. 

Lulusan Sastra Inggris dari IKIP Malang tahun 1960, ini kini tinggal berempat dengan istri dan dua anaknya. Sedangkan empat orang anak lainnya sudah menikah dan tinggal di rumah yang berbeda. 

Korban kekerasan Orde Baru itu kini tetap tersenyum, meski mengalami penderitaan yang cukup mendalam di bawah pemerintahan Orde Baru. Sedikitnya 2 tahun ia hidup di penjara tanpa sebab dan bertahun-tahun mendapat ancaman dan teror, baik ke keluarga atau dirinya.

PN Jaksel telah memerintahkan negara memberikan ganti rugi Rp 1 miliar kepadanya. Tapi putusan ini masih harus diuji di tingkat banding dan kasasi. Keadilan memang tidak mudah, tapi harus diperjuangkan. (asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads