"Asalkan punya alasan yang kuat, hakim jangan takut membebaskan atau melepaskan terdakwa. Terdakwa korupsi sekali pun," ujar Prof Hibnu Nugroho saat berbincang dengan detikcom, Kamis (21/1/2016).
Artidjo beberapa waktu lalu pernah menyatakan jika selama menjadi hakim agung ia belum pernah membebaskan atau melepaskan terdakwa korupsi. Namun rekor tersebut tumbang saat ia bersama Krisna Harahap dan MS Lumme mengadili Hendra. OB yang tidak lulus SD itu hanyalah boneka yang dijadikan tumbal oleh Riefan Avrian dalam patgulipat tender videotron di Kementerian Koperasi dan UKM dengan kerugian Rp 5 miliar lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hakimnya cerdas, bisa menilai kasus per kasus dengan teliti. Majelis menilai subjek apakah itu benar-benar memang pelaku, boneka atau hanya dikorbankan belaka," papar guru besar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto itu.
Oleh sebab itu, hakim haruslah berhati-hati dalam membuat argumen hukum. Dalam membangun konstruksi putusan, pertimbangan hukumnya harus dibuat secara logis dan memenuhi rasa keadilan. Dengan argumen yang kokoh tersebut, lamanya hukuman yang dijatuhkan hakim atau malah membebaskan/melepaskan terdakwa, maka masyarakat bisa menerimanya.
"Jangan membuat putusan yang tidak sinkron atau ada kepentingan-kepentingan," cetus Hibnu.
Di kasus ini, Riefan dihukum 6 tahun penjara. Adapun Hendra awalnya dihukum 1 tahun penjara di tingkat pertama dan banding. Oleh Mahkamah Agung (MA), Hendra dilepaskan.
"Ini juga menunjukkan MA tidak asal copy paste dari putusan sebelumnya," pungkas Hibnu. (asp/trw)











































