MK, Pasal 158 dan Keranjang Sampah

MK, Pasal 158 dan Keranjang Sampah

Rina Atriana - detikNews
Kamis, 21 Jan 2016 13:39 WIB
MK, Pasal 158 dan Keranjang Sampah
Kegembiraan peserta pilkada di MK (ari/detikcom)
Jakarta - Gugatan sengketa pilkada yang tidak memenuhi syarat maksimal selisih suara, satu persatu tak diterima Mahkamah Konstitusi (MK). MK dengan tegas menerapkan Pasal 158 UU Pilkada terkait ambang batas selisih suara.

Pihak yang secara langsung maupun tidak telah diuntungkan dengan ketegasan MK tersebut, tentu akan menyambut baik. Robikin Emhas salah satunya, kuasa hukum pasangan calon pemenang Pilkada Kabupaten Malang Rendra-Sanusi itu menganggap MK telah melakukan terobosan hukum.



SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya harap dengan ini MK membuat terobosan hukum baru. Kalau pilkada masuk rezim pemilu, kewenangan mahkamah mengadili sengketa pilkada menjadi penuh dan tidak parsial," kata Robikin yang juga merupakan Ketua Bidang Hukum PBNU, di MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (21/1/2016). 

"Tetapi karena sekarang ada pembatasan-pembatasan, MK tidak bisa tidak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, karena mereka memutus berdasarkan undang-undang. MK menjadi lebih selektif untuk memilih gugatan yang memenuhi syarat TSM (terstruktur, sistematis, dan masif)," jelas Robi. 

Pengacara Taufik Basari yang menangani beberapa sengketa pilkada, baik pemohon maupun termohon, mengatakan putusan MK terkait Pasal 158 perlu diapresiasi. Terutama agar MK ke depan tak lagi menjadi 'keranjang sampah' penanganan perselisihan pemilu. 

"Sengketa lain di luar sengketa hasil seperti soal penetapan dan administrasi soal SK KPU dan lainya, ada sengketa TUN, yang melalui proses Panwas, Bawaslu yang berlanjut ke PT TUN dan MA, berikutnya untuk persoalan etika, ada DKPP. Setiap permasalahan ada relnya masing-masing," jelas pria yang akrab disapa Tobas itu. 

"Jangan sampai setiap ada masalah, ditumpuk saja, kemudian dilemparkan semuanya ke MK. Kesan MK menjadi keranjang sampah dari semua penyelesaian yang ada. Jadi, konstruksi yang ingin dibangun oleh UU Nomor 8 tahun 2015 itu, memang demikian," terangnya. 

Sementara itu komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyebut, putusan MK ini menjadi sinyal bagi KPU-KPU di daerah untuk segera melantik pasangan calon terpilih. Terhitung 1x24 jam sejak putusan dibacakan, setelah ada putusan pengangkatan, pelantikan sudah bisa dilakukan.  

"Besok satu hari setelah putusan diterima, kami sendiri menerima putusannya semua KPU daerah akan menetapkan calon terpilihnya. Selanjutnya akan diusulkan putusan pengangkatan," papar Hadar, Kamis (21/1). (rna/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads