"Dinas harus hati-hati. Jangan ngawur ada buku-buku yang salah dan menyesatkan," kata Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin di kantor MUI, Jl Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu (20/1/2016).
Din mengatakan seharusnya peredaran buku pelajaran tersebut bisa dihindari oleh Dinas Pendidikan setempat. "Itu harusnya bisa dikendalikan. Harusnya ada pengawasan yang ketat dari dinas-dinas. Jangan sampai beredar lalu ditarik lagi," tegasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian ada juga kalimat dan kata-kata yang mengandung radikalisme seperti 'rela mati bela agama', 'gegana ada di mana', 'bila agama kita dihina kita tiada rela', 'basoka dibawa lari', 'selesai raih bantai kiyai', dan 'kenapa fobia pada agama'. Dikhawatirkan buku ini tak hanya tersebar di Depok namun juga digunakan sebagai panduan belajar di daerah lainnya.
Buku tersebut pertama kali dicetak tahun 1999 dan pada tahun 2015 sudah mencapai cetakan ke-167.
"Penerbitnya dari Solo. Penulis memasukkan aspek ideologinya seperti di halaman 18 buku jilid 4 disebutkan nama Bin Baz yang merupakan Syekh dari Salafi Wahabi. Nampak di dalam kalimat yang dipilih adalah mengorbankan jihad dalam tanda kutip radikalisme," jelas Sekjen GP Anshhor Abdurrochman, hari ini.
Diharapkan seluruh wilayah di Tanah Air mewaspadai peredaran buku ini khususnya di kalangan anak-anak yang sedang memasuki pendidikan usia dini (PAUD). Buku itu tidak hanya bisa ditemukan peredarannya di toko buku, tetapi juga dapat dibeli melalui internet. (mnb/imk)