Muhammadiyah Dukung GBHN Dihidupkan Lagi

Muhammadiyah Dukung GBHN Dihidupkan Lagi

Ahmad Toriq - detikNews
Selasa, 19 Jan 2016 15:56 WIB
Foto: M Iqbal
Jakarta - Wacana menghidupkan GBHN dan memperkuat posisi MPR mendapat dukungan dari Muhammadiyah. Ormas Islam yang dipimpin Haedar Nashir itu ingin posisi MPR diperkuat

Dalam siaran pers yang diterima, Selasa (19/1/2016), pimpinan Muhammadiyah telah menggelar pertemuan dengan Ketua MPR Zulkifli Hasan pada Senin (18/1) kemarin. Dalam pertemuan itu di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, itu, Muhammadiyah menyampaikan tiga pokok pemikiran tentang kebangsaan dan ketatanegaraan.

Pertama, Muhammadiyah telah menghasilkan dokumen kebangsaan yang diberi nama "Indonesia sebagai Negara Pancasila". Dokumen kebangsaan itu merupakan wujud komitmen Muhammadiyah terhadap filosofi bangsa, yaitu Pancasila.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Indonesia punya dasar filosofis yang kuat, yaitu Pancasila sebagai dasar perilaku. Karena itu, Indonesia sebagai Negara Pancasila. Indonesia bukan sekadar nation state, tetapi ada dasar filosofinya," kata Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

Menurut Haedar, nilai-nilai Pancasila mulai luntur. "Muhammadiyah ingin mengajak kembali kepada dasar filosofis itu. Dasar filosofis itu menjadi dasar bertindak mengurus negeri ini," ujarnya.

Kedua, mereposisi lembaga MPR. Sejak 2007, Muhammadiyah sudah melakukan kajian bahwa ada distorsi nilai. "Salah satunya adalah posisi MPR. Sebenarnya poin penting amandemen UUD waktu itu adalah pemilihan presiden secara langsung dan soal HAM, tetapi ke mana-mana, sehingga ada yang tercerabut, termasuk posisi MPR. Kita ingin penguatan kembali MPR," ulasnya.

Muhammadiyah juga mendukung dihidupkannya lagi Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). "MPR harus mengeluarkan GBHN. GBHN masih diperlukan. Dua hal itu (penguatan kembali MPR dan GBHN) sangat penting. Kalau tidak, kita tidak punya pijakan filosofis dan kebersamaan," terang Haedar.

Ketiga, MPR perlu berperan dalam mengatasi berbagai persoalan kebangsaan. Haedar menilai persoalan kebangsaan yng muncul adalah sesuatu yang wajar, selama tak disusupi kepentingan pihak tertentu.

"Tinggal diperlukan kenegarawanan dan kebersamaan dalam mengatasi persoalan kebangsaan itu. MPR bisa menjalankan peran moral konstitusional agar tidak ada tarik menarik kepentingan," katanya.

Ketua MPR Zulkifli Hasan merespons dengan menyatakan pihaknya memang banyak menerima aspirasi dari berbagai kalangan dan kelompok. Sedikitnya ada tiga aspirasi yang paling sering disampaikan, pertama, mereka yang ingin kembali seperti dulu (kembali ke UUD 1945).

"Kedua, aspirasi yang mengatakan keadaan sekarang sudah baik dan bagus sehingga tidak perlu perubahan," katanya.

Ketiga, aspirasi yang menghendaki penyempurnaan. Misalnya, soal menghidupkan kembali GBHN, adanya wakil golongan di parlemen, wakil TNI-Polri.

"Sekarang, untuk melakukan perubahan UUD, MPR sudah membentuk Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian. Aspirasi masyarakat bisa disampaikan ke Badan Pengkajian dan Lembaga Pengkajian. Badan dan lembaga ini untuk mempercapat proses pengkajian terhadap isu-isu ketatanegaraan. Lembaga Pengkajian bisa menampung dan menuntaskan," katanya.

Dari PP Muhammadiyah hadir dalam pertemuan itu antara lain Prof Muhajir, Abdul Mukti, Prof Dr Suyatno, Busyro Muqoddas, dan Dr. Anwar Abbas. Sedangkan dari MPR hadir para wakil ketua yaitu Mahyudin, EE Mangindaan, Hidayat Nurwahid, Oesman Sapta, serta pimpinan fraksi di antaranya Ahmad Basarah (PDIP), Soenmanjaya (PKS), Ali Taher (PAN), Fadholi (Nasdem), Ana Muawanah (PKB). (tor/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads