Orang Yang Direkrut Gafatar Hanya Korban, NII Crisis Center : Mari Kita Rangkul

Orang Yang Direkrut Gafatar Hanya Korban, NII Crisis Center : Mari Kita Rangkul

Arbi Anugrah - detikNews
Selasa, 19 Jan 2016 13:36 WIB
Foto: Angling Adhitya P/detikcom
Jakarta - Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center menilai orang-orang yang selama ini bergabung dalam Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan korban. Dengan begitu, sudah seharusnya orang-orang yang tergabung dengan Gafatar ini dirangkul dan diselamatkan agar dapat kembali dalam kehidupan masyarakat.

"Saya berharap sekali ke masyarakat, orang-orang yang seperti ini jangan diperlakukan sebagai pelaku kejahatan, mereka bagian dari masyarakat kita, mereka korban yang harus dirangkul dan tentunya harus diberikan pencerahan supaya mereka bisa kembali lagi turun ke masyarakat," kata Ken Setiawan, Pendiri NII Crisis Center kepada detikcom, Selasa (19/1/2016).

Ken yang juga mantan anggota NII ini beranggapan jika apa yang dilakukan oleh Gafatar merupakan hasil evolusi dari Lembaga Kerosulan, Isa Bugis, dan NII yang sebelumnya pernah dilarang oleh pemerintah. Sehingga mereka yang tergabung Gafatar bukan pelaku kejahatan, meskipun sudah teradikalisasi secara pemikiran, tapi mereka adalah korban yang harus diselamatkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena bahayanya, orang yang keluar dari kelompok ini, yang capek, yang di dalamnya ingin melihat sebuah perubahan, berharap besar tapi ternyata di dalam tidak benar, dan mereka sudah meninggalkan Republik Indonesia yang katanya kafir, jahiliyah, tapi di sana tidak diinginkan, lalu di sini katanya ada perubahan tapi dua duanya nol, malah banyak teman-teman yang keluar akhirnya jadi atheis, mereka tidak percaya dengan agama," jelasnya.

Dia mengungkapkan, yang paling parah lagi dari orang-orang dalam kelompok yang sudah teradikalisasi pemikirannya ini, ketika di sana lelah melihat RI yang kafir, lalu di sini selalu bicara tentang perang, tentang bagaimana lawan sebagai imbas perubahan namun caranya tidak pernah ekstrem dan hanya teori saja, banyak dari mereka yang akhirnya pindah ke kelompok radikal ekstremis.

"Ketika mereka sudah capek, akhirnya mereka pindah ke kelompok radikal ekstrem seperti bom, jadi banyak yang akhirnya nyeberang bukan insyaf tapi nyebrangnya ke yang lebih tinggi levelnya, ini yang kita khawatirkan," ungkapnya.

Selain itu, keluarga sebagai orang terdekat dari orang-orang yang sudah tergabung dalam kelompok ini kalau bisa jangan terlalu memaksakan mereka melakukan kegiatan seperti yang orang tua inginkan.

"Ada teman keluar karena dipaksa oleh keluarga yang melihat ini salah tapi tidak diberikan solusi atau pencerahan sementara pikirannya masih di sana, dipaksa di rumah harus melakukan kegiatan seperti yang orang tua sebutkan, akhirnnya mereka depresi, stres dalam waktu yang lama hingga temen ada yang gila," ujarnya.

Adapula, teman yang keluar dari kelompok ini karena mendapatkan penekanan seperti ancaman teror dan tidak berani keluar karena menganggap teror itu sebagai ancaman yang manakutkan, akhirnya dirumah dalam waktu yamg lama ada yang stres depresi.

"Bahkan dengar suara motor langsung masuk ke kamar karena takut nanti ada temen-temanya yang akan menjemput dia atau akan menculik dia," ujarnya.

Maka dari itu, dia meminta kepada masyarakat agar mereka dirangkul dan diberikan pencerahan supaya mereka bisa kembali lagi turun ke masyarakat. (arb/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads