Dari Pekanbaru menuju. Kota Duri di Kabupaten Bengkalis, akan terbentang hamparan ladang minyak. Pipa raksa menjulur memanjang meliuk-meliuk mengikuti jalan lintasΒ menghubungkan sampai ke Dumai, sekitar 200 km dari Pekanbaru.
Kanan kiri jalan, pipa minyak warna gelap seakan mengepung jalan negara. Mesin penyedot perut bumi yang dikenal dengan istilan mesin angguk memompa minyak seakan tak kenal lelah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah Desa Kesumbo Ampai, Kecamatan Mandau, berjarak sekitar 300 meter menjorok ke dalam dari lintas timur Sumatera. Di sanalah ada 300 KK suku Sakai hidup terjepit perkebunan kelapa sawit dan hutan tanaman industri.
Jalan aspal yang mulai terkelupas, satu-satunya akses untuk mencapai desa itu. Di desa itu hidup adem ayem Sakai yang selama ini dijuluki suku terasing. Tapi agaknya kalimat 'asig' sudah tak cocok buat mereka. Karena puluhan tahun mereka sudah berbaur dengan masyarakat kebanyak.
![]() |
Di desa itu, Sakai yang bergantung hidup dari perkebunan sawit dan karet. Rumah mereka umumnya terbuat dari papan. Ada sebagian semi permanen. Ada juga dua rumah permanen bantuan pemerintah untuk suku asli di Riau itu.
Tidak ada lagi warga yang mengenakan pakaian dari kulit kayu yang mungkin hal itu masih menjadi pemandangan hal yang lumrah sekitar 30 tahun silam.Β Kini, penampilan mereka tak ada bedanya dengan masyarakat pada umumnya.
Tapi wajah-wajah kemiskinan terpancar dari mereka. Hidup sederhana, tanpa terlihat kemewahan. Rasanya tidak sebanding dengan keangkuhan perusahaan raksasa minyak yang sudah menyedot hasil bumi mereka jauh sebelum kemerdekaan.
Kini, Sakai tak hanya diapit perusahaan minyak berkelas internasional. Namun mereka juga terkepung keangkuhan perusahaan perkebunan sawit dan hutan industri, yang tak pernah menyentuh ekonomi Sakai.
Sakai, tetap saja hidup dalam keterpurukan. Umumnya, para orang tua yang ada di sana masih terbatas soal pendidikannya. Rata-rata tingkat pendidikan mereka paling banter setingkat SMP. Walau begitu, kini anak-anak Sakai mulai melek soal pendidikan. Mereka seakan tidak ingin hidup dibelenggu kemiskinan dan kebodohan.
Kini, kampung Sakai bathin 8, sudah ada sarana pendikan SD, SMP dan SMK yang tak jauh dari mereka. Sakai di Riau ada 13Β bathin (kelompok) yang menyebar di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak. Nasib mereka dari bathin yang ada saling tak jauh beda.
pun Selama ini, suku Sakai yang ada di Mandau, sangat terbatasΒ soal pendidikan. Sehingga mereka jarang sekali diterima di perusahaan yang ada di sekitar mereka.
"Bagaimana mau diterima kerja, kita tak punya tamatan sekolah. Kalau perusahaankanΒ mau terima kerja harus punya tamatan sekolah. Kita bergantung hidup dari bertani saja," kata Robin Rawana (43) Ketua RT 02 di desa tersebut yang tak tamat SD dalam perbincangan dengan detikcom, Selasa (19/01/2016).
Kini, Sakai tak lagi punya hutan belantara. Padahal, dulunya mereka hidup bergantung dengan alam. Hutan sudah ludes untuk perkebunan sawit perusahaan. Ilmu alam mereka soal tanda-tanda alam tak bisa lagi mereka gunakan. Padahal dulunya, mereka berburu cukup mengenali jenis pohon dan rerumputan sudah bisa menentukan jenis satwaΒ apa yang ada di sana.
![]() |
Kini semua ilmu alam yang dulunya turun temurun itu sudah sirna, seiiring punahnya hutan. Di desa itu, masih adaΒ terisa 300 hektare hutan alam yang berada di kampung itu. Hutan itu tumbuh alami dan dijaga mereka.
Hutan alam dengan pepohonan raksasa yang tersisa kini baru dijada setelah sebagian besarnya 'hilang' dijarah para penguasa dan pengusaha. Hutan alam itu, masih terlihat asri dan apik.
"Cuma ini yang tersisa buat kami. Kalau masih ada orang lain nekat mengambil kayunya, kami siap bertaruh nyawa," kata Muhamad Yatim (60) tokoh adat sekaligus ketua Bhatin yang ada di komunitasnya.
Suku Sakai di desa itu, tidak lagi memeluk animisme. Sekitar 4 generasi di sana sudah memeluk Islam. M Yatim di kampungnya juga dijuluki 'Khalifah' atau tokoh agama. Ini karena Yatim menimba ilmu keagamaan di Pondok Pesantren Basilam, di Sumatera Utara.
"Kami memeluk Islam sejak zaman kakek kami. Jadi seperti saya ini Islamnya sudah keturunan," kata Yatim. (cha/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini