Hasanuddin merupakan mantan anggota NII KW 9. Posisi tertinggi yang pernah disandangnya adalah anggota Ketertiban, Keamanan, dan Kesejahteraan (Tibmara) atau semacam paspampres yang menjaga dan mengawal pimpinan tertinggi NII KW 9 yakni Panji Gumilang. Panji Gumilang sudah divonis penjara karena kasus pemalsuan dokumen kepengurusan Yayasan Pesantren Indonesia (YPI).
Hasanuddin bercerita, keterlibatannya dalam NII KW 9 berawal di tahun 1993. Saat itu ia secara tak sengaja bertemu dengan teman SD-nya di kawasan Rungkut tempatnya bekerja. Berawal dari ngobrol-ngobrol biasa, percakapan kemudian menjurus serius ke ranah keyakinan. Rekan lamanya itu begitu fasih berbicara mengenai agama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun tak lama setelah itu, ia memutuskan keluar. Hasanuddin merasa tak cocok dengan konstitusi NII. Berdasarkan versi Hasanuddin, jabatan imam besar yang disandang Panji Gumilang sempat dipersoalkan karena dianggap tak sesuai konstitusi. Sebagai salah pemrotes, Hasanuddin akhirnya dipecat oleh Panji.
Dari situ, Hasanuddin keluar dari Al Zaytun dan kembali ke Surabaya. Karena keluarnya bukan karena taubat, Hasanuddin pun masih linglung dan limbung dalam hal keyakinan dan akidah. Ia masih terus mencari pengganti NII yang pernah mengisi hatinya. Batinnya masih terus bergejolak mencari pembenaran. Hasanuddin pun bergabung dengan sejumlah tabligh akbar yang ada. Ia bahkan pernah mempelajari Islam kejawen.
Ia juga masih saling berhubungan dengan rekan-rekannya sesama mantan anggota NII dan berusaha menghidupkan kembali, tetapi gagal. Akhirnya secara pelan-pelan, ia mengikuti aliran akidah yang umum. Ia berinteraksi dengan pemuka agama dan kyai.
![]() |
Ia juga mengajak rekannya mantan anggota NII untuk menggelar yasinan. Dan lama-kelamaan, Hasanuddin menikmati akidah yang kebanyakan dianut muslim di Indonesia.
"Waktunya tidak pendek, sekitar 3-5 tahun saya baru dapat ketenangan batin. Dan sekarang saya lebih tenang," ujar Hasanuddin saat ditemui di kediamannya di Sidoarjo, Jawa Timur, pekan lalu.
Kini kegiatan sehari-hari Hasanuddin diisi dengan membuka pengobatan bekam dan menjadi petugas keamanan di kawasan perdagangan di dekat rumahnya. Hasanuddin sadar, ia pernah merobohkan setidaknya satu atau dua pondasi islam yang melekat pada dirinya. Karena itu ia ingin melakukan penebusan dosa, ingin memperbaiki apa yang pernah dan telah dirusaknya.
Hasanuddin secara aktif juga cukup sering diundang untuk menjadi pembicara. Seminar atau forum yang diikutinya memberinya kesempatan untuk menjelaskan sisi gelap dirinya yang tak ingin dimasukinya lagi. Ia juga ingin agar orang lain terutama generasi muda agar tak terjerumus ke organisasi yang tak sesuai dengan Islam, yang dulu pernah menjerumuskannya. Hasanuddin sekarang benar-benar sudah bertaubat dari dalam hatinya.
"Beri saya kesempatan memperbaiki diri. Saya sudah pernah meruntuhkan tembok Islam, saya ingin memperbaiki itu," harap Hasanuddin. (mad/mad)