"Deradikalisasi itu ada yang berhasil ada yang tidak. Yang tidak itu yang keyakinannya sudah mengkristal dan menganut paham takfiri yang ekstrim," terang Pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya, Senin (18/1/2016).
Paham takfiri ini adalah yang mudah mengkafirkan orang. Kemudian menurut Harits, hal lainnya adalah perlakuan aparat. Terkadang kekerasan yang didapatkan pelaku teror membuat mereka menyimpan dendam, sehingga tak mau berkompromi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harits menyampaikan, ada baiknya bila petugas keamanan melakukan evaluasi dalam proses penindakan.
"Penindakan harus dengan cara yang minimalisir kekerasan. Bila mereka mengalami penyiksaan atau kekerasan, mereka akan timbul marah dan dendam," ujar dia.
Harits juga menyampaikan, para pelaku kelompok Afif ini bekerja dengan inisiatif pribadi. Dari aksi yang dilakukan sangat amatir.
"Sistem komando sekarang mereka. Aksi itu bagaimana militansi, punya keberanian, kemampuan, dan peluang," urainya.
Harits juga melihat kelompok ini dekat dengan Aman Abdurrahman, yang dikenal keras. Aman saat ini ditahan di LP Nusakambangan. Afif diketahui pernah menjadi anak didik Aman saat ditahan di Cipinang.
Sedang soal senjata yang digunakan diduga didapat dari Filipina. Kelompok ini memiliki kaitan dengan jaringan senjata dari Filipina.
"Kalau lihat dari senjatanya, sepertinya dari Filipina," tegas Harits yang pernah mendampingi Bahrun Naim dalam persidangan 2010 lalu. (dra/dra)











































