"Selama ini penyelesaian sengketa ekonomi/bisnis syariah yang sudah berjalan masih merujuk pada hukum acara atau prosedur acara perdata yang biasa dilaksanakan di peradilan negeri/umum yang nafas dan ideologinya masih berkiblat pada sistem hukum Belanda," kata Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (DPN APSI), Mustolih Siradj saat berbincang dengan detikcom, Senin (18/1/2016).
Hukum acara tersebut tersebar di HIR (Het Herzeine Inlandsche Reglement), RBg (Rechts Reglement Buitengewesten), Rv (Reglement of de Rechtsvordering), KUHPerdata, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung dan UU Peradilan Umum serta beberapa peraturan lain yang terkait.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonomi syariah diakui secara tegas seiring lahirnya UU Perbankan Syariah, revisi UU Peradilan Agama yang memberikan kewenangan pengadilan agama menyelesaikan sengketa syariah. Hal ini dipertegas dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan penyeselaian sengketa perbankan syariah dilakukan di Pengadilan Agama (PA). Sebelumnya sengketa perbankan syariah dapat dilakukan sesuai kesepakatan akad yang disepakati para pihak (choice of forum).
Selain itu, juga lahir berbagai regulasi di sektor syariah yang dikeluarkan Otoritas Jasa keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia (BEI), Bank Indonesia (BI)serta oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Pusat. Di sisi lain,yang mengatur teknis hukum acara di sengketa syariah ini adalah Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) yang terbit tertanggal 10 September 2008.Β
"Cukup cepat proses perumusan KHES ini. Kami apresiasi. Meskipun ada catatan, konsepnya masih terpangaruh kuat Al-Majaallatul Ahkam buku hukum produk zaman Turki Utsmani (Ottoman). Maka jika dikaji lebih jauh masih perlu ada reaktualisasi dan kontekstualisai KHES terhadap persoalan ekonomi syariah di tanah air. Bahasanya pun kurang lentur dan membumi," cetus Mustolilh.
Oleh sebab itu, DPN APSI meminta MA merespon perkembangan dan dinamika hukum di Indonesia, terutama di bidang ekonomi syariah. Hukum acara yang ada saat ini dinilai belum mencerminkan nilai-nilai keislaman dan mencerminkan syariah itu sendiri.Β
Apalagi Indonesia sudah memasuki era Masyarakat Ekoni ASEAN (MEA) dan potensi sengketa bisnis syariah tidak monolitik hanya di sektor perbankan saja. Tapi hampir di setiap denyut kegiatan bisnis dispute sudah mulai terjadi.
"Kami mendesak Ketua MA segera menerbitkan hukum acara tersebut. Makin cepat hukum acara terbit makin baik. Sebaliknya, jika Ketua MA berlama-lama akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan persoalan baru," pungkas Mustolih. (asp/erd)











































