Sri Wulandari (20), warga Lorong Batanghari RT 22 Desa Kasang Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Muaro Jambi, menghilang sejak Agustus 2015 lalu.
Menurut Poniati (50), ibu Sri Wulandari, awalnya datang seorang pemuda bernama Ade Rahman yang meminta izin untuk mengajak anaknya mengikuti kegiatan sosial. Karena dinilai positif, dirinya mengizinkan Sri mengikuti kegiatan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Awalnya sih saya melihat kegiatan mereka sungguh baik, karena memiliki sosial yang tinggi, jadi saya setuju saja karena tujuan organisasi mereka bagus," ujar Poniati, Senin (18/1/2015).
Kemudian, Ade dan Sri menikah. Tak lama setelah itu, pasangan pengantin baru ini minta izin akan pergi ke Samarinda, Kalimantan Timur.
"Saya tidak mengizinkan. Namun, diam-diam menantu saya pergi ke Kalimantan. Tidak lama kemudian, diam-diam anak saya pergi menyusul, tanpa setahu saya," kata Poniati.
Awalnya, ungkap Poniati, dirinya bisa menelepon Sri. Tapi HPnya dimatikan mendadak, setelah itu nomornya tidak pernah aktif. Hingga kini, Poniati tidak mendapat kabar berita dari anak ketiganya ini.
Tetangga Sri Wulandari juga ikut menghilang setelah bergabung dengan Gafatar. Dia adalah Mardiah (21), warga RT 26 Desa Kasang Pudak.
Menurut Sunadi, ayah Mardiah, anaknya ikut Gafatar bersama suaminya, Muhammad. "Anak saya itu bernama Mardiah dan menantu saya namanya Muhammad, mereka korban dari Gafatar itu mas," terang Sunadi yang juga menjabat Ketua RT 26.
Cerita Sunadi, anak dan menantunya sudah lama ikut Gafatar. Tapi dirinya tidak mengetahui bahwa mereka berdua ikut Gafatar. Hingga suatu ketika mereka pamit akan pindahan ke rumah kontrakan baru di daerah Beringin, Thehok, Kota Jambi.
"Setelah mereka pindah, baru saya diberitahu bahwa anak dan menantu saya ikut Gafatar. Langsung saya menyusul mereka ke Beringin," ungkap Sunadi.
Rupanya, rumah kontrakan di Beringin kosong. Muhammad dan Mardiah pergi entah ke mana. "Hingga sekarang saya tidak tahu keberadaan mereka. Nomor handphone-nya tidak pernah aktif lagi," ujar Sunadi.
Tim Pengkaji Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah mengkaji mengenai ajaran Gafatar. Terdapat beberapa indikasi penyimpangan dari ajaran ormas yang didirikan sejak 2011 itu.
Salah satunya terkait anggota yang tidak wajib melaksanakan salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadan. Selain itu mereka menganggap orang-orang di luar kelompok mereka adalah kafir. (mad/mad)