"Sebelum terjadi peristiwa itu (ledakan di Menara Cakrawala dan Starbucks di Jakarta), BIN sudah berikan sinyal tentang potensi teroris sejak November 2015. Yang sering saya katakan, mantan kombatan dari Suriah ada yang kembali 100 (orang) lebih," ujar Sutiyoso dalam konferensi pers di kantornya, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (15/1/2016).
"Itu sinyal mereka punya kemampuan menyerang," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aksi teroris itu tidak mengenal ruang, tempatnya tidak akan pernah tahu. Begitu juga waktu dan sasaran. Umumnya bukan di Indonesia saja, waktu saya di Paris objek vital dijaga ternyata yang diserang tempat konser. Sulit dideteksi. (Dapat informasi) Akan ada serangan tanggal 9 ternyata tidak terjadi, bisa saja dia mengubah dan ternyata tanggal 14 menyerangnya," urai Sutiyoso.
Selain itu, Sutiyoso juga menyebut ada 433 mantan napi kasus teroris. Mereka telah mengikuti serangkaian latihan militer dengan kelompok-kelompok radikal.
"Di Tanah Air ada 433 mantan napi teroris. Monitoring kami, ada pelatihan-pelatihan militer yang dilakukan kelompok radikal," terang mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Sutiyoso tidak menampik adanya keberadaan anggota kelompok ISIS di Indonesia. Dia mengimbau agar masyarakat dan BINDA (BIN Daerah) tetap waspada dan segera melapor bila melihat gerak-gerik mencurigakan di sekitar lingkungannya.
"Keberadaan ISIS di Indonesia eksis dan ada. Aparat intelijen berikan juga kontribusi dengan memberikan laporan jika di sekililingnya ada hal aneh atau tidak lazim," pungkasnya. (aws/fjp)











































