Sutiyoso pun berharap agar pihaknya diberi kewenangan untuk menangkap dan menahan mereka seperti halnya pihak kepolisian. Salah satunya saat dia kesulitan memburu teroris karena dinilai kurang bukti. Sutiyoso mencontohkan kala BIN mendapat foto latihan teroris dengan mengenakan senjata.
"Misalnya kita punya bukti foto orang latihan penembakan, tapi ternyata pistol yang digunakan terbuat dari bahan kayu. Jadi dianggap buktinya lemah," terang Sutiyoso dalam konferensi pers di kantor BIN, Pejaten, Jakarta Selatan, Jumat (15/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Aparat keamanan, seperti Polri yang memiliki kewenangan penangkapan dan pengamanan, juga terbatas," imbuhnya.
Sutiyoso pun mencontohkan kasus penangkapan teroris di negara-negara lain. Di mana, mereka langsung mengantisipasi meluasnya terorisme di negaranya langsung mengubah sistem undang-undang terorisme sehingga memiliki kewenangan untuk menangkap dan menahan.
"Mari kita tengok negara-negara lain dalam penanganan terorisme, di negara kita tergolong sangat mengedepankan proses hukum dan HAM. Sementara negara-negara barat, seperti AS, Perancis dan negara Eropa membuat keseimbangan dengan menghormati HAM dan kebebasan," terangnya.
"Malaysia sudah mengubah undang-undang terorisme karena mereka dianggap membahayakan. Anda ingin tahu? Mereka dikasih gelang elektronik sehingga 24 jam dipantau oleh intelijen," tutup Sutiyoso.
Pernyataan ini diberikan dalam rangka mengantisipasi terjadinya aksi ledakan dan baku tembak seperti di kawasan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1) kemarin. (aws/adf)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini