Kejagung Ungkap Penyimpangan Gafatar, dari Beda Syahadat Sampai Tak Wajib Salat

Kejagung Ungkap Penyimpangan Gafatar, dari Beda Syahadat Sampai Tak Wajib Salat

Yulida Medistiara - detikNews
Rabu, 13 Jan 2016 18:18 WIB
Foto: Yulida Medistiara
Jakarta - Tim Pengkaji Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengkaji mengenai ajaran Gafatar. Terdapat beberapa indikasi penyimpangan dari ajaran ormas yang didirikan sejak 2011 itu.

Salah satunya terkait anggota yang tidak wajib melaksanakan salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadan. Selain itu mereka menganggap orang-orang di luar kelompok mereka adalah kafir.

"Penyimpangan ajaran Gafatar antara lain tidak wajib sholat lima waktu, tidak wajib puasa Ramadan, syahadat mereka berbeda, dan yang bukan kelompok mereka dianggap kafir," kata Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Adi Toegarisman di Kejagung, Rabu (13/1/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selaku Jamintel, Adi adalah Ketua Tim Pakem. Rapat Tim Pakem dilakukan pada Selasa (12/1) kemarin di ruang utama Jamintel. Informasi lain yang diperoleh terkait Gafatar yaitu mereka kerap melakukan kegiatan yang berkedok aksi sosial.

"Dalan perkembangannya nama Gafatar berubah lagi dengab nama Negara Karunia Tuhan Semesta Alam. Melakukan kegiatan Gafatar berkedok melakukan aksi sosial (donor darah, sunatan masal, aksi bersih lingkungan, memberi bantuan modal) sehingga eksistensinya diakui masyarakat," jelas Adi.

Masih berdasarkan informasi dari Tim Pakem, saat ini Gafatar dipimpin oleh Mahful M Tumanurung dan sudah memiliki perwakilan di 34 DPD yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Keberadaan Gafatar juga saat ini sudah meluas sampai ke daerah-daerah terpencil di mana cara-cara yang dilakukan untuk menarik massa yaitu dengan cara aksi-aksi sosial.

"Sehingga banyak masyarakat yang bersimpati dan bergabung dengan Gafatar," ungkap Adi.

(rna/fjp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads