"Peraturan itu disebutkan kalau satu blok migas beroperasi, kontraktornya wajib memberikan partisipasi interest 10 persen ke daerah. Semangatnya supaya pemda menikmati participative interest, tapi beda dengan profit sharing. Ini kewajiban tapi dapat profit juga," ucap Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam temu media di KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (12/1/2016).
Hanya saja, lanjut Pahala, terdapat masalah dalam participative interest tersebut ketika Pemda tidak memiliki dana. Pahala mencontohkan Blok Cepu di mana terdapat 4 daerah yang mendapat bagian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kejanggalan yang dilihat KPK yaitu ketika Pemda tidak memiliki uang sehingga membaginya dengan swasta. Namun pembagian tersebut malah menguntungkan pihak swasta.
"Bojonegoro 25-75, swastanya 75 persen. Jawa Timur 30-70, Blora 33-66, swastanya 66 persen, Jawa Tengah 25-75. Kok lebih banyak swasta dapat padahal 10 persen harusnya ke Pemda," kata Pahala mencontohkan.
Pahala menyebut masih ada 15 Blok Migas yang akan beroperasi dan menurutnya ada masalah dalam PP nomor 35 tahun 2004 tersebut. KPK pun menyarankan agar PP tersebut direvisi.
"Kita minta PP 35 tahun 2004 direvisi, pasal 34 dan 3 direvisi. Tapi KPK juga kasih alternatif. Kalau Pemda tidak punya uang, jangan participative interest tapi profit sharing jadi enggak perlu biayai. Kalau enggak punya uang, pinjam saja ke pusat investasi pemerintah. Jadi ada alternatif yang kita sodorkan," sebutnya.
(dhn/imk)











































