Dia menceritakan pengalamannya ketika menjadi tentara dengan pangkat mayor. Saat itu, dia mau berangkat operasi militer di suatu daerah. Sebelum berangkat, dia menemui Soeharto.
"Sebagai bahan saya mau cerita. Ini pelajaran bagi saya. Masih mayor, dipanggil mertua saya. Itu Pak Harto sebelum operasi. Harapan saya pasti dikasih sangu (uang -red)," ujar Prabowo seraya tertawa di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi, saat itu, dia mendapat tiga pesan dari Soeharto.
"Bowo, mau berangkat tugas? Saya titip tiga hal. Ojo lali, ojo dumeh, ojo ngoyo. Mengerti? Siap, saya jawab. Selamat bertugas," tuturnya.
Dia pun mesti menyampaikan pesan ini kepada awak pasukannya.
"Pasukan terlanjur senang. Tapi, akhirnya kami tangkap bahwa ini penting. Di peta operasi saya, kita tulis pesan itu di atas peta itu," tuturnya.
Prabowo mengingatkan tiga pesan itu intinya pertama ojo lali agar diharapkan tak lupa ajaran agama, militer, sosial budaya, dan terpenting orang tua. Kemudian, ojo dumeh hal itu sebagai pesan agar jangan sombong.
"Jangan sombong. Ojo dumeh. Begitu sombong, lengah, lalu hancur," tutur mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.
Kemudian, ojo ngoyo agar tak terlalu memaksakan diri. Bila sudah berjuang keras dan sudah punya hasil yang didapatkan, maka harus disyukuri.
"Kalau sudah berjuang kertas dan itu hasil yang didapat. Jangan paksakan diri. Saudara akan tetap seimbang, sejuk, damai. Tiga kalimat Pak Harto sulit dikuantifikasi," ulasnya.
Diakuinya, sebagai pengusaha, ia juga memakai pola binis dalam alat kepemimpinannya. Pesan Soeharto selalu diingatnya.
"Saya selalu enggak lupa ajaran. Berusaha enggak sombong dan enggak memaksakan diri. Berupaya mencapai yang terbaik, namun menerima hasil yang ada," katanya. (hty/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini