"Manusia secara naluriah akan memilih untuk bertempat tinggal di dekat sumber air. Sungai merupakan pilihan utama karena menyediakan air bersih dan dapat digunakan untuk transportasi. Ketersediaan air yang berlimpah dan bersih membuat tanaman mudah tumbuh dan hewan termasuk ikan dapat berkembang biak dengan baik," jelas Arkeolog UI, Ali Akbar mengawali cerita, Senin (12/1/2016).
Menurut dia, Sungai Ciliwung memiliki beberapa keistimewaan atau kelebihan karena di aliran dan di sekitar aliran sungai terdapat beberapa sumber batuan yang dapat digunakan untuk membuat alat batu. Alat batu seperti beliung persegi banyak ditemukan di sekitar Sungai Ciliwung. Jenis batuannya juga beragam seperti dasit, jasper, kalsedon, metalimestone, siltstone, silicifiedwood atau yang biasa disebut fosil kayu, dan masih banyak lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ali yang juga Ketua Masyarakat Arkeologi Indonesia (MARI) ini juga menyampaikan, Sungai Ciliwung bermuara di Laut Jawa yang menjadi akses untuk berinteraksi dengan bangsa lain. Pertukaran dan perdagangan serta interaksi dengan bangsa lain terjadi yang belakangan membuat lokasi ini berkembang sedemikian rupa menjadi pelabuhan Kerajaan Pajajaran yakni Sunda Kelapa, kemudian menjadi Kota Batavia di masa Kolonial Belanda dan menjadi Kota Jakarta pada masa Kemerdekaan Indonesia.
"Situs Prasejarah di sekitar Sungai Ciliwung ada sekitar 20. Sudah saya teliti sejak tahun 1995. Peninjauan terakhir minggu lalu, praktis hanya 2 situs yang masih ada. Itu pun berupa sepetak tanah yang mungkin tidak lama lagi dibuat bangunan tertentu oleh pemiliknya," tegasnya.
Yang Ali ingat, dua situs yang terkenal dan pernah dieskavasi di sekitar Ciliwung yakni situs Kampung Kramat yang sekarang menjadi Jl Ciliwung dan Rawa Kodok atau sekarang Rawa Elok yang menjadi sebuah SD.
"Di kedua situs itu tahun 1977 ditemukan cukup banyak pecahan gerabah prasejarah, beliung persegi, batu asahan untuk mengasah alat batu, bandul jala, manik-manik, dan lainnya," tutup dia. (dra/dra)