2 ABK WNI Bebas setelah 6 Bulan 'Disandera' Separatis Punt Land di Somalia

2 ABK WNI Bebas setelah 6 Bulan 'Disandera' Separatis Punt Land di Somalia

Mulya Nur Bilkis - detikNews
Senin, 11 Jan 2016 17:49 WIB
Kapten kapal, Molir Henry Pattikawa dan juru mesin, Azis Hermanus (Foto: Dok Kemlu)
Jakarta - Dua orang WNI anak buah kapal Al Amal yang ditahan oleh separatis di Puntland, Somalia, kemarin siang tiba di Jakarta. Perjalanan panjang dari Afrka membuat wajah dan tubuh mereka tampak lelah. Kemlu bersama wakil pemilik kapal menjemput di bandara dan memastikan keduanya dipulangkan hingga ke daerah asalnya.

Bagi Molir Henry Pattikawa (Kapten Kapal) dan Azis Hermanus (Juru Mesin), kepulangan ini menjadi semacam keajaiban. Setelah "ditahan" di negeri benua hitam hampir setengah tahun, kebebasan yang sulit dibayangkan sebelumnya, kini menjadi kenyataan. "Saya seperti mimpi saja. Terima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah membantu kami," ujar Molir dengan raut muka tuanya.

Pembebasan kedua ABK ini memang tidak mudah dan penuh lika-liku. Pada tanggal 4 Agustus 2015, karena cuaca, kapal Al Amal telah karam di perairan Somalia. Saat itu, kapal berbendera Yaman (operator) akan tetapi dimiliki perusahaan Korea Selatan itu dalam perjalanan dari Al Mukalla, Oman, menuju Mombasa, Kenya. Selain kondisi kapal yang rusak, hal lain yang dikhawatirkan ketika itu adalah ulah kelompok-kelompok perompak Somalia yang banyak beroperasi di perairan tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak menerima berita pertama kalinya tanggal 5 Agustus, KBRI bergerak secepat kilatย  untuk memastikan kondisi terakhir mereka. Sebagai catatan, Puntland adalah negara bagian di Somalia yang berupaya memisahkan diri dari Pemerintah Federal dan membentuk pemerintahan sendiri.

Pada tanggal 6 Agustus 2015, atas bantuan UNODC dan Kepolisian Puntland, Somalia, seluruh ABK kapal dapat dievakuasi ke pantai El Merina, Negara Bagian Puntland, Somalia. Pada tanggal 7 Agustus seluruh ABK Kapal dibawa menuju Ibukota Puntland, Garowe. Tiga hari kemudian, KBRI Nairobi bersama Tim UNODC datang ke Garowe untuk menjemput 12 ABK WNI.

Sayang, pihak Puntland hanya mengizinkan 10 WNI dibawa pulang karena 2 WNI lainnya (Kapten dan Juru Mesin) ditahan dengan tuduhan memasuki wilayah secara ilegal dan melakukan pencurian ikan. KBRI selanjutnya membawa 10 WNI ABK ke Nairobi dan selanjutnya memulangkan ke Indonesia.

Meskipun 10 WNI ABK sudah dipulangkan, Menlu RI memerintahkan agar Kemlu dan KBRI Nairobi terus mengupayakan pembebasan 2 WNI lainnya yang masih ditahan. "Kami diperintahkan untuk membebaskan mereka berdua apapun caranya selama bisa dipertanggungjawabkan," ujar Lalu M. Iqbal, Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Senin (11/1/2016).

Sejurus kemudian, Kemlu dan KBRI melanjutkan koordinasi dengan Kepala UNODC Global Sea Crime Programme. Kemlu juga berkoordinasi dengan Kedubes Korea Selatan di Jakarta guna memastikan agar pemilik kapal (perusahaan Korea) menjalankan tanggungjawabnya, termasuk kemungkinan membayar denda.

Setelah dilakukan diplomasi bawah tanah yang cukup intensif, indikasi kedua WNI akan dibebaskan diperoleh Kemlu pada minggu terakhir 2015. Namun saat itu masih menunggu kesiapan pemilik kapal untuk membayar denda yang dijatuhkan. Segera setelah pemilik kapal menyampaikan kesediaan membayar denda tersebut, pada tanggal 31 Desember kedua WNI dibebaskan melalui proses pengadilan. Tanggal 9 Januari kedua WNI dibebaskan dan diterbangkan oleh pemilik kapal Nairobi dengan Freedom Air Express dari Garowe menuju Nairobi. Dari Nairobi pemilik kapal memulangkan keduanya ke Indonesia. Seluruh biaya pembebasan dan pemulangan kedua WNI dibiayai oleh Burum Company Seafood, pemilik kapal di Korea Selatan.

"Pekerjaan pembebasan ini memang cukup sulit namun kita mampu menyelesaikannya. Semoga kepulangan mereka membawa kebahagiaan keluarga dan sanak saudaranya," ujar Lalu M. Iqbal, Direktur Pelindungan WNI yang ikut mengendalikan operasi pembebasan kedua ABK tersebut. (mnb/rvk)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads