"Dengan maksud supaya Dewi Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai Papua," kata Jaksa Penuntut Umum pada KPK Fitroh Rohcahyanto membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar, Jakpus, Senin (11/1/2016).
Dalam surat dakwaan dipaparkan, Irenius membuat proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai tahun 2015 yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ditembuskan kepada Dirjen Energi Baru dan Terbarukan ESDM dan Panitia Anggaran Komisi VII DPR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pertemuan tersebut, terdakwa I (Irenius) meminta bantuan kepada Dewie Yasin Limpo agar dapat mengupayakan anggaran tersebut sekaligus menyerahkan proposal usulan bantuan dana pembangunan pembangkit listrik di Deiyai tahun 2015. Atas permintaan terdakwa I, Dewie Yasin Limpo bersedia mengupayakan agar Kabupaten Deiyai mendapatkan dana dari pemerintah pusat," sambung Jaksa Fitroh.
Pada tanggal 30 Maret 2015, usai rapat dengar pendapat antara Komisi VII dengan Kementerian ESDM, Dewie Yasin Limpo memperkenalkan Irenius dengan Menteri ESDM Sudirman Said dan Dirjen EBTKE Rida Mulyana.
"Dalam kesempatan tersebut, Dewie Yasin Limpo menyampaikan bahwa Kabupaten Deiyai sangat membutuhkan listrik untuk itu menteri ESDM Sudirman Said menyarankan agar terdakwa I (Irenius) memasukkan proposal ke Kementerian ESDM," sambungnya.
Dewie juga meminta Irenius agar mempersiapkan dana pengawalan anggaran. Permintaan ini disampaikan ulang oleh Dewie Yasin Limpo dalam pertemuan tanggal 28 September 2015 di Plaza Senayan Jakarta yang dihadiri Ine dan Bambang Wahyuhadi.
"Dewie Yasin Limpo kembali meminta terdakwa I agar menyiapkan dana pengawalan sebesar 10 persen dari anggaran yang diusulkan dimana terdakwa I menyampaikan akan mengupayakan," sambung Jaksa.
Dalam perjalanan pengurusan proposal, Irenius dan Ine mendapat informasi proyek pembangkit listrik hanya bisa dianggarkan melalui APBN dengan proses pengadaan secara lelang elektronik di kementerian. Irenius lanta meminta Ine mengupayakan melalui dana tugas pembantuan (TP) dengan harapan pelelangan bisa dilakukan di kabupaten agar Irenius bisa menjamin pengusaha yang akan menyediakan dana pengawalan.
"Sehari kemudian Ine mendapat informasi dari Bambang Wahyuhadi bahwa Dewie Yasin Limpo akan membicarakan dengan anggota Banggar Komisi VII DPR sekaligus menyampaikan adanya mekanisme pengganggaran melalui Dana Asprasi Rp 50 miliar untuk itu dana pengawalan yang harus disiapkan oleh terdakwa I sekitar Rp 2 miliar," imbuh Jaksa Fitroh.
Irenius kemudian meminta Setiady Jusuf selaku pemilik PT Abdi Bumi Cenderawasih di Papua agar menyiapkan dana pengawan tersebut. Setiady menyanggupinya dengan syarat perusahaannya dijamin menjadi pelaksana proyeknya.
"Pada 18 Oktober 2015 di restoran Bebek Tepi Sawah Mal Pondok Indah, terdakwa I (Irenius) mempertemukan terdakwa II (Setiady) dengvan Dewie Yasin Limpo yang dihadiri pula oleh Ine, Bambang Wahyuhadi dan Stefanus Harry Jusuf. Dalam pertemuan tersebut disepakati terdakwa II memberikan dana pengawalan kepada Dewie Yasin Limpo sebesar 7 persen dari angggaran yang diusulkan dengan syarat apabila terdakwa II gagal menjadi pelaksana proyek maka uang harus dikembalikan. Atas kesepakatan tersebut, Dewie Yasin Limpo meminta terdakwa II menyerahkan setengah dari dana pengawalan sebelum pengesahan APBN 2016," imbuh Jaksa.
Pada 19 Oktober 2015, Irenius dan Setiady bertemu Ine dan Setiady akan menyerahkan setengah dana pengawalan Rp 1,7 miliar dalam bentuk dollar Singapura.
"Selanjutnya pada 20 Oktober 2015 bertempat di Resto Baji Pamai Mal Kelapa Gading Jakut, terdakwa I dan terdakwa II melakukan pertemuan dengan Ine yang dihadiri pula Stefanus Harry Yusuf dan Jemmie Dephiyanto Pathibang. Dalam pertemuan itu terdakwa II menyerahkan uang sebesar SGD 177.700 kepada Ine dan sebagai jaminan dibuat surat pernyataan yang isinya uang akan dikembalikan apabila terdakwa II gagal menjadi pelaksana pekerjaan," ujar Jaksa Fitroh.
Selain itu, Setiady juga menyerahkan uang masing-masing SGD 1.000 ke Irenius dan Ine. Beberapa saat setelah penyerahan uang tersebut, Irenius dan Setiady serta Ine ditangkap petugas KPK.
Perbuatan lrenius dan Setyadi itu merupakan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Rl Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana. (fdn/hri)