Ade Komarudin akan dilantik menggantikan Setya Novanto berdasarkan surat dari Golkar kubu Aburizal Bakrie. Sementara kubu Agung Laksono memberi surat dengan Agus Gumiwang yang ditunjuk untuk menjadi Ketua DPR baru.
Namun rapat Bamus ternyata hanya membahas surat yang diajukan oleh kubu Ical. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Fraksi NasDem Johnny G Plate yang mengikuti rapat Bamus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai Pasal 87 ayat 4 itu Fraksi Golkar mengusulkan satu nama dan nama itu adalah Pak Ade Komaruddin," lanjutnya.
Setelah rapat bamus, anggota DPR kemudian mulai berdatangan di ruang sidang paripurna yang berada di lantai 3 Gedung Nusantara II, Kompleks DPR. Di lantai 2, tepatnya di dekat eskalator, 3 orang membagi-bagikan selebaran berisi penolakan pelantikan Ade sebagai Ketua DPR.
"Saya cuma dimintai untuk nyebarin. Yang suruh staf dari kubu Agung," ujar salah seorang pria yang mengaku staf Fraksi Golkar ketika dikonfirmasi detikcom.
Ia dan dua temannya membawa bendelan yang berisi selembaran-selembara itu. Setiap anggota DPR yang hendak menaiki eskalator untuk menuju ruang paripurna dibagikan selembaran dengan judul 'Penjelasan Penolakan Penetapan Ketua DPR RI' tersebut.
Ada 6 poin penjelasan dalam selembaran ini. Seperti tentang kekosongan kepemimpinan Partai Golkar karena dua kepengurusan DPP, baik hasil Munas Jakarta maupun Munas Bali, tidak memiliki legalitas Menkum HAM. Sementara SK kepengurusan DPP hasil Munas Riau sudah kadaluarsa.
"Dengan demikian, pengajuan Ketua DPR RI oleh Partai Golkar saat ini tidak memiliki legalitas hukum yang kuat. Walaupun internal Partai Golkar saat ini dipandang vacuum of power, pergantian Ketua DPR RI yang diajukan oleh kepengurusan DPP Partai Golkar hasil Munas Jakarta beserta Fraksi yang dibentuknya secara hukum sejatinya harus dipandang sah karena diajukan pada saat SK Menkum HAM masih berlaku," demikian penggalan penjelasan dalam selebaran itu.
"Untuk diketahui, pengajuan Agus Gumiwang Kartasasmita sebagai Ketua DPR RI ditandatangani pada tanggal 18 Desember 2016 di mana saat itu SK Menkum HAM belum dicabut," lanjut penjelasan yang tidak mencamtumkan nama atau keterangan dari mana selebaran berasal.
Para anggota DPR yang mendapat selebaran itu ada yang membacanya. Namun juga ada yang hanya melihatnya sekilas, bahkan ada juga yang tidak dibaca sama sekali. (elz/tor)











































