Sambil terisak, mantan pejabat PLN itu mengingat putrinya saat berjuang di ruang unit gawat darurat (UGD) RS Pondok Indah Mal.
"Saya Alfian Helmi Hasjim kalau nanti berbicara, saya emosi. Tapi, saya melihat sendiri bagaimana Allya sampai di UGD. Saya melihat dia bagaimana merasakan sakit luar biasa, dari leher sampai tulang belakang," ujar Helmi dengan terisak saat jumpa pers di Resto Laguna, Senayan, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya merasakan betapa sakitnya dia. Tangan saya dipegang erat-erat, yang menggambarkan sakit luar biasa," tuturnya.
Menurutnya, sejak masuk UGD kondisi putrinya terus menurun. Hal ini terjadi sampai besok pagi kitar pukul 05.45 WIB.
"Kondisi itu kemudian terus menurunย sampai pukul 05.45. Saya sudah melihat, di monitor detak jantung sudah datar," katanya.
Menurut Helmi, dokter di UGD sudah berupaya maksimal sampai meminta izin untuk melakukan pompa jantung. Upaya terakhir medis ini dilakukan sampai 30 menit. Namun, takdir berkata lain karena Allya menghembuskan nafas terakhir pada pukul 06.15.
"Tapi dokter minta izin untuk pompa jantung dengan harapan bisa direspon oleh Allya. Itu dilakukan 30 nenit, sehingga pukul 06.15 dikatakan meninggal dunia," ujarnya dengan uraian air mata.
Berkali-kali kuasa hukum keluarga Rosita P. Radjah sampai menenangkan Helmi yang terus tak kuat menahan rasa sedihnya.
"Kenapa saya sedih? Saya sangat terpukul, begitu sedih. Karena pertama dia anak bungsu saya. Yang memberikan semangat, dan warna dalam keluarga," ujarnya.
Apalagi bila diingat terus, meninggalnya Allya terjadi 10 hari sebelum keberangkatan putri bungsunya itu untuk melanjutkan sekolah di luar negeri.
"Dia sepuluh hari lagi akan datang akan bersekolah untuk menatap masa depannya. Tapi, itu semua sirna, karena dia, buru-buru dipanggil Allah SWT," ujarnya. (hat/rvk)











































