Gendhing Monggang Iringi Penobatan KGPAA Paku Alam X

Gendhing Monggang Iringi Penobatan KGPAA Paku Alam X

Bagus Kurniawan - detikNews
Kamis, 07 Jan 2016 10:25 WIB
Foto: Bagus Kurniawan/detikcom
Yogyakarta - Gendhing Monggang (musik pengantar seremoni tertentu) yang dibunyikan gamelan Kyai Rinding menandai penobatan Kanjeng Bandoro Pangeran Haryo (KBPH) Prabu Suryodilogo menjadi Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Adipati (KGPAA) Paku Alam X.

Penobatan dilakukan di Bangsal Sewatama Pura Paku Alaman Yogyakarta, Kamis (7/1/2016) pada pukul 09.10 WIB.

Prosesi Jumeneng Dalem KGPAA Paku Alam X dimulai dengan keluarnya empat buah tombak pusaka Kadipaten Paku Alaman diantaranya Kanjeng Kyai Buyut dan Kanjeng Kyai Paku Baru dan ampilan dalem atau berbagai perlengkapan upacara yang dibawa para abdi dalem pada puku 08.50.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Prosesi dimulai dari Gedhong Maerakaca menuju Sewarengga. Dari tempat itu KBPH Prabu Suryodilogo menuju Dalem Ageng. Setelah semua siap, Prabu Suryodilogo kemudian menuju Bangsal Sewatama.

Setelah miyos atau keluar, Prabu Suryodilogo tidak langsung duduk di dampar palenggahan (kursi) singgasana KGPAA Paku Alam.

Dia hanya duduk beberapa saat baru kemudian bergeser menuju kursi singgasana. Sebelum duduk,Β  keris yang dikenakan akan diganti dengan Kanjeng Kyai Buntit.

Itu adalah pertanda dia dinobatkan menjadi KGPAA Paku Alam X. Kanjeng Kyai Buntit sudah dikenakan semasa penobatan PA III dan IV. Penyematan keris dilakukan oleh sesepuh keluarga besar Puro Paku Alaman, Romo Sedyo Utomo.

Foto: Bagus Kurniawan/detikcom

Setelah keris Kanjeng Kyai Buntit dikenakan, songsong atau payung yang ada di tengah Bangsal Sewatama dibuka. Bersamaan dengan itu gamelan Kyai Rinding dibunyikan dengan gending Monggang.

Dalam Sabda Dalem KGPAA Paku Alam X yang diucapkan dengan Bahasa Indonesia menyatakan sebagai orang yang mendapat amanat untuk menjalankan tugas sebagai KGPAA Paku Alam X bahwa kewajiban yang dilaksanakan adalah tugas berat karena akan melanjutkan kewajiban leluhur Mataram sebagai pengemban kebudayaan.

"Sepengetahuan saya, kata kebudayaan memiliki banyak makna. Oleh karena itu, saya membatasi makna kebudayaan sebagai praktik intelektual yang berkaitan dengan kegiatan pemerintahan dan artistik secara konkret sehingga dalam pandangan saya kebudayaan tidak identik dengan manifestasi berkesenian belaka," katanya.

Dia menyadari meskipun sudah membatasi makna kebudayaan dalam pengertian yang sempit. Namun tugas sebagai pengemban kebudayaan tetap bukan merupakan tugas yang mudah.

"Saya akan terus-menerus berada dalam tegangan antara tradisi dan pembaruan. Karena proses berkreasi selalu menuntut adanya inovasi, lebih-lebih pada masa ketika perubahan terjadi dengan sangat cepat," kata KGPAA Paku Alam X.

Dia menegaskan tradisi di Kadipaten Pakualaman sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kasultanan Yogyakarta, akan dijadikan tolok ukur untuk memahami perkembangan dan perubahan kebudayaan yang sedemikian cepat sehingga tidak lepas dari akarnya.

"Untuk menjalankan tugas itu, saya mengharapkan peran serta warga Yogyakarta dan keluarga besar Pakualaman pada khususnya," tegas dia. (bgs/trw)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads