Yayasan Supersemar dua kali mangkir dari panggilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) guna membayar kerugian negara Rp 4,4 triliun. Alih-alih datang mematuhi perintah negara, yayasan bikinan Soeharto itu malah melayangkan gugatan.
Gugatan ini mengantongi nomor 783/PDT.G/2015/PN JKT.SEL. Yayasan Supersemar memberikan kuasa ke pengacara Denny Kailimang dkk dengan tergugat Jaksa Agung dan Presiden RI. Alasan mengajukan gugatan karena pihak yayasan keberatan dengan pemblokiran rekening yang dilakukan Jaksa Agung.
"Jaksa memblokir rekening yayasan. Ini kan nggak bener. Saat ini banyak siswa-siswa sedang mendapatkan beasiswa," kata Denny saat berbincang dengan detikcom, Kamis (7/1/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Harusnya pengadilan yang memerintahkan bank-bank (untuk memblokir), bukan jaksa. Ini kan perdata. Ini kan nggak bener," ujar Denny.
Berdasarkan putusan MA, kebocoran dana mengalir ke sejumlah bank dan juga perusahaan, yaitu:
1. Bank Duta, kini menjadi Bank Danamon
2. Sempati Air
3. PT Kiani Lestari
4. PT Kalhold Utama
5. Essam Timber
6. PT Tanjung Redep Hutan Tanaman Industri
7. Kosgoro
Tapi terkait putusan yang menghukumnya itu, Denny mempunyai penilaian sendiri. Menurutnya, putusan MA itu tidak sesuai dengan fakta sesungguhnya. Versi Yayasan Supersemar, tidak ada satu pun uang dolar yang masuk ke rekeningnya sehingga Denny tidak paham dengan munculnya uang dolar tersebut.
"Pengadilan itu tidak benar juga," cetus Denny.
Yayasan Supersemar telah dipanggil datang untuk mengikuti sidang aanmaing pada akhir Desember 2015 dan Rabu (6/1) kemarin. Tapi pihak yayasan tidak hadir. PN Jaksel memberikan waktu hingga 20 Januari bagi Yayasan Supersemar untuk mau melaksanakan putusan MA dan membayar kerugian negara tersebut. Jika tidak maka akan dilakukan eksekusi paksa.
"Kemarin masih cari berkas. Insyallah datang nanti 20 Januari," kata Denny. (asp/nrl)











































