"Ya kita lihat hasil bandingnya bagaimana ," kata juru bicara MA, hakim agung Suhadi saat berbincang dengan detikcom, Rabu (6/1/2016).
Dalam gugatan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggugat BMH secara perdata tentang perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUHPerdata. KLHK tidak menggunakan jalur pidana atau perdata yang mendasarkan pada UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di perdata itu mencari kebenaran formil," ujar Suhadi.
Kebenaran formil adalah kebenaran sepanjang apa yang diminta pemohon dan dibuktikan di pengadilan. Hakim dilarang keras mengadili apa yang di luar yang dimohonkan sehingga hakim bersifat pasif. Berbeda dengan hukum pidana yang mencari kebenaran materiil, hakim bisa aktif menggali perkara secara aktif sehingga mencari motif dan kebenaran sesungguhnya dalam perkara itu.
Kasus lingkungan sendiri, menurut Suhadi, bisa ditarik ke ranah pidana, perdata atau tata usaha negara. Hal ini tergantung dari pencari keadilan dalam perkara itu. Jika ranah pidana mencari benar dan salah, maka perdata lebih mencari siapa yang wajib memberikan ganti rugi.
"Kami belum membaca putusannya bagaimana, gugatannya bagaimana, pertimbangannya bagaimana, kasusnya bagaimana. Tidak bisa kita tebak benar atau salah," ucap Suhadi. MA baru mempelajari sengketa itu jika telah masuk proses kasasi. (asp/jor)











































