"Saya mengacu pada AD/ART yang mengatakan kalau dalam kondisi terancam bisa dilaksanakan Munas atau Muaslub. Saya merasa kita dalam kondisi terancam dan itu terbukti di Pilkada serentak kemarin," kata Akbar Tandjung dalam jumpa pers di kantor AT Institute di Kompleks Liga Mas Indah, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (5/1/2016).
Ia mengatakan Munas harusnya bisa menjadi jembatan kedua kubu untuk bersatu. Jika konflik dualisme kepengurusan pasca dicabutnya SK kepengurusan Munas Ancol tidak selesaikan, maka Golkar akan semakin merosot pada pelaksanaan Pilkada 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau disepakati kedua belah pihak bisa saja. Tapi kenyataannya kan tidak," sambungnya.
Dia juga menyoroti langkah Aburizal Bakrie alias Ical yang menggelar rapat konsolidasi dengan rekomendasi penolakan Munas hingga tahun 2019. Langkah ini menjadi sinyal keengganan Ical untuk bersatu lewat forum Munas.
"Kalau kejadian terus begini, tidak mungkin ikut pilkada karena ada aturan kalau partai yang ikut pilkada yang tercatat secara hukum. Saat ini kita lihat bagaimana. Tidak ada yang diakui," ujar Akbar.
"Bisa marah semua orang. Dari atas, bawah, grassroot pun marah. Karena itu kami mengajukan Munas," tegasnya.
Jika Munas digelar maka Ical maupun Agung Laksono sama-sama bisa kembali memperebutkan posisi ketum secara demokratis.
"ARB mau maju atau siapa pun bisa, tapi jangan menutup kesempatan. Bertarunglah secara sehat, secara demokratis dan fair," kata Akbar.
(mnb/fdn)











































