Mendapat sanksi teguran tersebut, Akbar Tandjung pun bereaksi keras. Dia mempertanyakan kapasitas Golkar Munas Bali memberikan sanksi teguran tersebut. Padahal Golkar hasil Munas Bali yang memilih Aburizal Bakrie (Ical) sebagai Ketum itu belum sah.
"Dalam kapasitas apa Nurdin Halid mengatakan menegur saya sebagai Ketua Wantim?" kata Akbar Tanjung dalam jumpa persnya di kantor AT Institute di Kompleks Liga Mas Indah, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (5/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kapasitasnya sebagai Waketum munas Bali, munas Balinya saja tidak sah dan terlihat dari salah satu rekomendasi mereka yang meminta Menkumham segera menerbitkan SK untuk kepengurusan mereka," kata Akbar yang juga mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Menurut dia, jika mengacu pada aturan hukum maka kubu Ical tidak sah dan tidak berhak memberikan teguran atau rekomendasi tersebut.
"Ini baru pertama kali Wantim ditegur. Saya tidak tahu ini resmi produk pertemuan atau pendapat seseorang. Kalau memperlihatkan secara pribadi tidak suka, selama ini sikap saya tidak pernah membawa individu dan selalu sebagai Wantim dengan dasarnya yang selalu jelas," sambungnya.
"Kalau disebut ini manuver pribadi, setiap putusan Wantim ditetapkan bersama-sama dan Dewan Pertimbangan itu resmi produk partai dari Munas dan berfungsi memberi saran dan pertimbangan pada DPP diminta atau tidak pada hal strategis," ucap Akbar.
Dari 8 rekomedasi, ada beberapa rekomendasi lainnya yang ditanggapi Akbar selain teguran tersebut. Rekomendasi lainnya yakni soal permintaan agar tak ada Munas hingga 2019 serta permintaan agar Menkumham segera penerbitkan SK pengesahan Golkar Munas Bali.
"Dengan rekomendasi meminta SK Menkumham, itu berarti mereka mengakui kalau mereka tidak sah," tegasnya. (mnb/erd)











































