Jokowi Lepaskan 190 Burung di Kebun Raya Bogor, Apa Dampaknya?

Burung di Kebun Raya Bogor

Jokowi Lepaskan 190 Burung di Kebun Raya Bogor, Apa Dampaknya?

Aditya Fajar Indrawan - detikNews
Selasa, 05 Jan 2016 15:20 WIB
dok. Istana Kepresidenan (diolah oleh Andhika Akbaransyah)
Bogor - Presiden Joko Widodo melepasliarkan 190 ekor burung yang dibeli dari Pasar Pramuka di Kebun Raya Bogor. Itu bukanlah pelepasan pertama yang dilakukan Pak Presiden. Apa dampaknya terhadap ekosistem di sana?

Pada akhir pekan lalu, Jokowi berkunjung ke Pasar Burung Pramuka, Jakarta Timur. Di sana, Jokowi memborong 190 ekor burung. Keesokan harinya, burung-burung tersebut dilepasliarkan di Kebun Raya Bogor. Di akun Facebook, Jokowi menyebut sebagian nama burung-burung tersebut, di antaranya jalak kebo, jalak nias, jalak biasa, kapasan, puter, perkutut, kutilang sutra, kutilang biasa dan trucuk.

Jokowi menyebut, tujuan pelepasan burung-burung tersebut untuk menjaga ekosistem, terutama di kawasan perkotaan seperti Bogor. Menurutnya, jumlah burung dan hewan lainnya makin berkurang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Burung harus dilindungi dan jumlahnya diperbanyak. Melepas burung atau melepas ikan di sungai upaya kita merawat keseimbangan alam," tulis Jokowi di Facebook.

dok. Istana Kepresidenan


Di media sosial, muncul pro kontra soal aksi Jokowi. Sebagian ada yang menilai, apa yang dilakukan Jokowi tak ada masalah, namun tak sedikit ada yang mempersoalkannya dengan beberapa alasan, mulai dari prosedur pelepasan yang tidak sesuai sampai pembelian burung di Pasar Pramuka yang dianggap berpotensi melanggengkan perburuan satwa liar di alam.

Sebetulnya, apa dampak pelepasan itu terhadap ekosistem di Kebun Raya Bogor? Kepala Sub Bagian Humas Kebun Raya Bogor (KRB) Rosniati Apriani Risna mengaku senang dan terkejut dengan aksi Jokowi. Apalagi mendengar kepedulian presiden terhadap ekosistem di KRB. Namun dia juga menyoroti burung-burung yang dilepaskan agar lebih diperhatikan jenisnya.

"Jika melihat burung-burung yang dilepaskan perlu diperhatikan juga main ekosistemnya, takutnya bukannya terjadi penambahan tapi populasinya yang terganggu," kata Apriani saat ditemui detikcom, Senin (4/1/2016).

Kebun Raya Bogor


Menurutnya, kemungkinan besar proses pelepasan burung yang dilakukan Jokowi sudah dikoordinasikan dengan pihak KRB. Sebab semua pelepasliaran satwa di KRB harus dibicarakan dengan pengelola. Bila tidak, ada potensi terjadinya kompetisi antara burung yang baru dengan burung yang sudah menetap. Istilahnya adalah invasi spesies alien.

"Kita tidak menutup diri jika banyak yang ingin melepasliarkan burungnya di KRB, dan memang ada beberapa jenis burung seperti merpati yang ada di sini. Namun belum tentu kan burung-burung yang dilepasliarkan cocok dengan ekosistem yang ada, ada banyak yang mungkin akan mati, ada juga yang mungkin malah ditangkap lagi bermacam-macam," paparnya.

Kebun Raya Bogor siap memfasilitasi masyarakat yang ingin melepasliarkan burung-burungnya di sana. Namun sebelum itu, perlu dilakukan pemeriksaan kondisi hewan terkait penyakit dan cocok tidaknya habitat mereka di KRB. "Bisa jadi burung-burung pendatang ini membawa penyakit dan malah akan memusnahkan burung-burung yang menetap. Kembali lagi ke faktor ekologisnya," imbuhnya.

Kebun Raya Bogor


Peneliti Burung Indonesia, Hanom Bashari, juga punya pendapat tersendiri terkait langkah Jokowi. Menurut pria yang sering mengamati burung di KRB ini, pelepasliaran burung oleh Jokowi tidak terlalu menjadi persoalan. Namun secara etis ekologi ada hal-hal yang kurang bijak.

"Secara prinsip akan berkompetisi, karena akan mencari makanan dan ruang lingkupnya, apa lagi kalau jenis-jenis burung yang masih berdekatan taksonominya tentu akan berkompetisi, tapi juga setiap jenis memiliki relung masing-masing," urai Hanom.

Hanom mencontohkan burung kutilang. Di dunia ada puluhan jenis burung tersebut dan khusus di KRB ada lima jenis kerabat kutilang. Semua memiliki relung masing-masing.

Bila ada pendatang, maka satu jenis dengan jenis lainnya sangat jarang mencapai keseimbangan. Di satu lokasi, bakal ada proses seleksi alam. Bila burung asli maka akan terbentuk sendiri polanya, tapi jika masuk burung asing yang memiliki relung sama, maka akan berkompetisi langsung.

Peneliti Burung Indonesia lainnya, Tri Susanti, menambahkan, seharusnya ada kajian terlebih dulu saat hendak melepasliarkan burung di lokasi tertentu. Bila jenisnya asing, maka bisa menjadi hama dan akan bersaing dengan populasi asli.

"Karena burung asing tadi bisa berkembang biak lebih banyak. Seperti kasusnya di Singapura, ketika membawa Jalak kerbau yang burung jawa, namun karena berkembang biak lebih banyak justru jadi hama, dan memusnahkan burung asli di sana," cerita Santi.

Ditambahkan Santi, ada beberapa burung yang dilepas Jokowi merupakan burung yang menetap atau tercatat di KRB. Misalnya perkutut, pernah tercatat di KRB. Kutilang juga terlihat banyak di KRB. Sementara jalak kebo merupakan burung asli Jawa dan lumayan banyak di perkotaan, namun jarang terlihat di KRB. Jalak biasa banyak tercatat di KRB, termasuk trucuk. Santi tak bisa menganalisis secara detail karena nama dagang tidak sama dengan nama ilmiah atau jenis yang tercatat untuk penelitian. (mad/mad)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads