Terlepas dari itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku jaksa pengacara negara telah melakukan penelusuran aset. Apabila pihak yayasan enggan membayar maka pelaksanaan eksekusi tak bisa dihindari lagi.
"Termasuk Supersemar, kejaksaan dalam mewakili negara, memimpin adalah pengadilan, kita sudah lakukan, penelusuran verifikasi, kita berharap sukarela, tapi kalau tidak terpaksa kita cari asetnya, dikuasai siapa," kata Jaksa Agung Muhammad Prasetyo di kantornya, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Selasa (5/1/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kelihatannya belum. Saya belum dapat laporan persentase dari PPA, tapi kita sudah bekerja untuk menelusuri itu," ucap Prasetyo.
Gugatan terhadap yayasan bikinan Soeharto itu sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2007. Namun sempat terjadi kesalahan ketik dalam amar putusan sehingga baru tahun 2015, putusan tersebut menjadi sempurna untuk dieksekusi.
Baca juga: Ini Perjalanan Panjang Kejagung Gugat Yayasan Soeharto Rp 4,4 Triliun
Pada Jumat, 11 Desember 2015, Jamdatun Bambang Setyo Wahyudi sempat mengutarakan sejumlah temuannya. Memang kewenangan eksekusi ada di pihak pengadilan, tetapi jaksa tetap melakukan penelusuran apabila nantinya pihak yayasan tidak secara sukarela membayar Rp 4,4 triliun tersebut.
"Sementara ada beberapa perusahaan. Saya juga belum lihat secara detail. Ada beberapa rekening juga yang perlu kita telusuri. Data-datanya masih kita pelajari," ucap Bambang saat itu. (dha/asp)











































