"Jadi menurut saya tidak perlu diadakan munas lagi karena putusan pengadilan Jakut dan PT Jakarta yang berlaku serta merta mengatakan Munas Bali itu sah. Dan kepengurusan yang dihasilkannya adalah sah. Jadi untuk apa ada Munas lagi? Jadi dari segi hukumnya begitu, kalau dari segi politiknya saya tidak ikut campur," ujar Yusril di kantor wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (5/1/2015).
Persoalan Golkar tidak hanya dilihat dari putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), tetapi juga didasarkan pada Pengadilan Negeri (PN). Menurut Yusril, putusan PT TUN telah final dengan keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SK kepengurusan Kemenkum HAM untuk kubu Agung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menkum HAM Yasonna Laoly sudah mencabut SK itu, namun belum menerbitkan pengesahan Munas Bali dengan alasan tidak ada perintah pengadilan.
"Kalau dari segi hukum memang MA tidak perlu memerintahkan, jadi semua diserahkan kepada Yasonna untuk mengambil keputusan. Dan kalau melihat pedoman putusannya, itu harus dirujuk pada putusan pengadilan Jakut, putusan itulah yang bisa menilai mana yang sah mana yang tidak sah," jelasnya.
Yusril menyayangkan lambatnya proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) soal putusan PN Jakut yang mengesahkan Munas Bali, sehingga membuat konfik kepengurusan Golkar belum jelas. Tetapi berdasarkan putusan sidang sebelumnya,Β maka seharusnya kepengurusan yang dipergunakan untuk sementara adalah Munas Bali.
"Jadi kalau mau masalah ini tuntas sekali ya kita tunggu saja putusan kasasi di MA atas perkara di PN Jakut. kalau putusan MA, andaikata, sama dengan putusan PN Jakut dan PT Jakarta, maka persoaan Golkar itu secara hukum selesai," kata Yusril. (fiq/tor)











































