RI-Malaysia Sepakat Percepat Pengembalian TKI Eks Amnesty
Sabtu, 05 Mar 2005 17:10 WIB
Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Malaysia sepakat mempercepat proses pengembalian TKI eks amnesty (pengampunan) ke Malaysia. Selain itu, disepakati pula pengurangan biaya bagi para TKI eks amnesty yang akan kembali ke negeri jiran itu.Kesepakatan tersebut dihasilkan dari pertemuan antara Manakertrans RI Fahmi Idris dan Menteri Hal Ihwal Dalam Negeri Malaysia Datok Azmi Cholid di Hotel Four Seasons, Jl. Rasuna Said, Jakarta, Sabtu, (5/3/2005)."Ada berbagai hal yang dibicarakan yaitu proses percepatan itu dapat terlaksana dengan baik, dan kedua belah pihak sepakat untuk mengurangi berbagai biaya para TKI ini agar lebih ringan," kata Fahmi kepada detikcom.Sementara mengenai TKI ilegal yang tertangkap dalam Operasi Tegas, Fahmi menyatakan, sampai saat ini belum ada TKI yang dideportasi karena mereka masih harus menjalani proses pemeriksaan selama 14 hari."Sekarang ini yang ditahan sudah mendekati 500-an orang, belum ada yang dideportasi karena harus diperiksa 14 hari, mana yang dianggap bisa dideportasi dan mana yang akan diproses secara hukum," kata dia.Selain itu, Fahmi menegaskan, sebanyak 15 pengacara sudah disiapkan untuk keperluan penuntutan terhadap para majikan yang mempekerjakan para TKI ilegal tersebut."Itu merupakan proses hukum, tapi kita tetap minta majikannya juga diproses secara hukum. Sekarang sudah mulai diproses untuk itu," ujarnya.Di tempat yang sama, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Deplu Ferry Adamhar mengungkapkan, faktor-faktor yang menjadi kendala terlambatnya pengiriman kembali para TKI eks amnesty ke Malaysia adalah proses dokumentasi, biometrik, job order dan izin ketulusan pemerintah Malaysia untuk mempekerjakan para TKI."Kita sebenarnya ingin mempercepat karena dari data mereka dalam sebulan ini baru 500-an orang yang masuk ke Malaysia," katanya.Ferry juga mengatakan, para TKI yang sudah membeli tiket untuk kembali ke Malaysia, namun telah melewati masa amnesty tidak akan dikenakan sanksi hukum dari pemerintah Malaysia. "Ada beberapa kasus itu, tapi mereka bisa kembali dan tidak terancam dengan operasi itu," katanya.
(umi/)