"Khususnya Kemenag dalam hal ini dan juga oleh lembaga-lembaga keagamaan lebih melakukan upaya kontrol kritik dalam diri. Kepada para pemimpin, pemuka agama serta Kemenag lebih intensif melakukan pembinaan agama khususnya kepada umat Islam. Agar mereka dapat mengerti mana yang boleh dan tidak oleh agama," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.
Hal itu disampaikan Abdul di sela-sela acara Refleksi Akhir Tahun 2015 PP Muhammadiyah di Gedung PP Muhammadiyah Jalan Menteng Raya, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara keagamaan, digunakannya Alquran sebagai bahan terompet itu menggambarakan betapa rendahnya pemahaman masyarakat terhadap ajaran agamanya. Mereka tanpa berpikir panjang dan menurut saya tidak ada maksud penghinaan. Tidak semua tulisan arab adalah bagian Quran juga," tutur Mu'ti.
Menurutnya dalam mengangani masalah ini jangan berlebihan. Sarannya adalah agar tidak menghukum penjual kecil yang tidak tahu apa-apa.
"Menurut saya persoalan ini tidak sampai ada berlebihan sampai dengan penangkapan penjual terompet dan sebagainya. Itu sangat berlebihan menurut saya," ujar Mu'ti.
Di kesempatan yang sama Ketum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menambahkan pengusutan secara tuntas agar dilakukan. Tetapi tetap dalam jalur hukum dalam pengusutannya.
"Sikapi arif tegas dan mempertimbangkan kondisi. Jangan sampai penjual tidak tahu menahu malah ditangkap akhirnya menyangkut dia dan keluarganya. Kalau ada unsur kesengajaaan tugas polisi untuk mengusutnya secara tuntas. Tetapi tetap terukur dalam koridor hukum," tambah Nashir.
Ketika ditanya tentang apakah kasus tersebut termasuk penistaan agama? Nashir menduga tidak ada unsurnya.
"Diperdalam dulu seberapa itu terjadi. Kami memperdugakan tidak ada unsur penistaan. Kalaupun ada harus berada di ranah hukum," ucap Nashir. (slh/mad)











































