Muhammadiyah Dorong Jokowi Reshuffle Kabinet karena Antar Elite Sering Gaduh

Muhammadiyah Dorong Jokowi Reshuffle Kabinet karena Antar Elite Sering Gaduh

Ahmad Masaul Khoiri - detikNews
Rabu, 30 Des 2015 13:27 WIB
Muhammadiyah Dorong Jokowi Reshuffle Kabinet karena Antar Elite Sering Gaduh
Foto: Ahmad Masaul Khoiri/detikcom
Jakarta - Pengurus Pusat Muhammadiyah hari ini memaparkan refleksi akhir tahun 2015. Salah satu yang disorot adalah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sekretaris Jenderal Muhammadiyah Abdul Mu'ti berharap setelah refleksi akhir tahun dibacakan, pemerintahan Jokowi-JK bisa memperbaiki kekurangannya.

Dalam refleksi akhir tahun 2015, Muhammadiyah mengapresiasi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang tahun ini untuk pertama kalinya digelar secara serentak. Meski baru digelar untuk pertama kali, Pilkada Serentak tahun ini berjalan tertib, aman dan lancar.

Namun pada saat bersamaan sering terjadi kegaduhan politik di tanah air. Ironinya kegaduhan itu tak jarang justru dilakukan oleh elite politik atau menteri-menteri di kabinet pemerintahan Jokowi-JK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kagaduhan politik itu, kata Mu'ti, tidak produktif dan melanggar kepatutan. Muhammadiyah merekomendasikan agar Presiden Jokowi merombak kembali kabinetnya agar tak terjadi lagi kegaduhan politik.

"Pilkada serentak sebagai sejarah politik Indonesia berlangsung tertib. Yang menjadi catatan kritis adalah kegaduhan elite politik karena itu dilatarbelakangi penguatan sistem presidensial. Muhammadiyah mendorong presiden melakukan reshuffle dengan memilih menteri yang benar-benar profesional," kata Mu'ti saat memaparkan refleksi akhir tahun di gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015). Selain Mu'ti hadir dalam paparan refleksi akhir tahun ini Ketua Umum PP Muhammadiyah Haidar Nashir serta Ketua bidang Hukum, HAM dan Kebijakan Publik Busyro Muqoddas.

Muhammadiyah juga menyoroti masih tingginya kesenjangan sosial, angka kemiskinan dan pengangguran. Tingginya kesenjangan sosial antara masyarakat Jawa dan luar Jawa dikhawatirkan bisa memicu terjadinya kecemburuan, konflik sossial maupun rasial.

"Pemerintah harus menyelesaikan masalah kesenjangan sosial yang tinggi, kemiskinan, dan pengangguran. Kesejahteraan daerah yang berbeda-beda khususnya Jawa dan luar Jawa dapat menyulut kecemburuan dan konflik sosial dan rasial," kata Mu'ti. (erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads