85 Saksi Kasus Korupsi Minta Perlindungan LPSK Sepanjang 2015

85 Saksi Kasus Korupsi Minta Perlindungan LPSK Sepanjang 2015

Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews
Rabu, 30 Des 2015 12:42 WIB
85 Saksi Kasus Korupsi Minta Perlindungan LPSK Sepanjang 2015
Foto: LPSK (Bagus Prihantoro/detikcom)
Jakarta - LPSK menerima 1.590 permohonan sepanjang tahun 2015. Dari angka itu, ada 323 orang yang diberikan perlindungan dan 85 di antaranya terkait kasus korupsi.

"Perlindungan tertinggi adalah untuk Tindak Pidana Perdagangan Orang sebanyak 100 orang, kemudian disusul 85 orang terkait kasus korupsi," ujar Wakil Ketua LPSK Lili Pintauli dalam jumpa pers di Hotel Ibis Tamani, Jl Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2015).

Untuk kasus korupsi, di antaranya terkait kasus penyuapan tiga hakim dan panitera PTUN Sumatera Utara di Medan. LPSK memberikan perlindungan kepada seorang saksi dari kalangan Pemprov Sumut berupa pengamanan fisik dengan bekerja sama dengan Polda Sumatera Utara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlindungan bersifat menyeluruh dengan pengawalan melekat. Saksi tersebut juga merupakan kunci dalam kasus suap hak interpelasi DPRD Sumatera Utara yang kini masih diusut.

Kasus lainnya adalah tipikor pengadaan laham tanah di Kabupaten Klunglung, Bali. LPSK melindungi saksi yang juga merupakan tersangka berupa perlindungan fisik dan psikologis.

"LPSK punya kontribusi besar dalam melindungi saksi sehingga uang negara yang diselamatkan lebih besar," kata Lili.

Ada pula 3 orang saksi yang berasal dari pihak swasta terkait kasus Hambalang. Total kerugian negara atas kasus ini mencapai Rp 200 miliar.

Kasus korupsi APBD Kota Tomohon TA 2006-2009 dengan terpidana adalah mantan Wali Kota setempat. Sebanyak 3 orang PNS Pemkot dilindungi atas kasus ini.

Kemudian seorang dari pihak swasta dan seorang anggota Polri juga dilindungi terkait kasus eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo. Serta ada seorang dari pihak swasta dilindungi terkait kasus korupsi judi online di Polda Jawa Barat.

"Justice collabolator dan whistle blower harus kami lindungi. Kami penuhi semua hak-haknya," imbuh Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai.

Sementara itu aktivis ICJR Anggara, menambahkan bahwa penentuan justice collabolator dan whistle blower seringkali berbenturan dengan penegak hukum. Penentuan orang-orang tersebut harus melalui persetujuan penegak hukum.

"Tetap ada persoalan persoalan yang harus dilalui tantangannnya bagaimana supaya lebih baik. Tadi kita sudah dengar ada banyak masalah dan salah satunya soal justice colaborator dan whistle blower," kata Anggara. (bpn/bag)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads