Tim investigator KNKT melakukan simulasi atau semacam olah TKP di sekitar lokasi kejadian. Hasilnya, pada jarak 400 meter, visualisasi sangat terganggu oleh pohon besar. Kemudian pada jarak 260 meter, sinyal sudah mulai terlihat tapi masih kurang jelas.
"Ini tidak sesuai dengan PM 10 tahun 2011 dan PM 24 tahun 2015 bahwa sinyal utama harus terlihat pada jarak minimal 600 meter, bila tidak terlihat harus dipasang sinyal pendahulu agar masinis mempunyai jarak antisipasi yang memadai untuk pengereman," kata investigator KNKT, Suprapto di Gedung KNKT, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (29/12/2015).
![]() |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurut Suprapto, KRL telah memasang kaca safety glasses sehingga dinilai cukup aman meski tidak dipasang ram pengaman kaca depan. Selain itu, tim juga menemukan kondisi rem yang telah dimodifikasi dari rem blok komposit menjadi blok rem besi cor atau metalik.
"Hal ini menjadikan jarak pengereman KRL menjadi lebih panjang dibanding kondisi semula," katanya.
![]() |
Sementara kesalahan yang dilakukan masinis, adalah reaksi yang dilakukannya lebih dari 2,5 detik saat mengetahui kereta nyaris berbenturan. Hal ini menyebabkan waktu pengereman semakin pendek.
"Ditambah dengan kondisi jalur kereta api yang lengkung berliku, terdapat sinyal listrik aliran atas dan pohon besar yang menghalangi pandangan ke depan," katanya. (khf/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini