"Kecelakaan ini disebabkan oleh fatigue yang dialami awak kendaraan," kata Ketua Subkomite Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan, Leksmono Suryo Putranto di Gedung KNKT, Jl Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat, Selasa (29/12/2015).
Laksmono menjelaskan, bus tersebut dikemudikan oleh seorang kernet. Ia menggantikan sopir utama karena sang sopir kelelahan. Sebab dalam 4-5 hari terakhir, mereka bekerja keras menjemput warga yang hendak mudik dari Jakarta ke Solo dan sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"10 Orang yang meninggal adalah yang duduk di sebelah kanan, sisi yang berbenturan dengan JPO. Sedangkan yang 1 lagi adalah yang duduk di sebelah kiri namun terkena pecahan kaca," ujar Leksmono.
Menurut Leksmono, salah satu faktor yang menyebabkan 11 orang tersebut tewas adalah berkurangnya survival space bus. Survival space ini adalah ruang keselamatan bagi penumpang yang seharusnya tersedia saat bus mengalami kecelakaan. Sebab, ketika berbenturan, bus akan mengalami penyempitan sehingga penumpang terhimpit dan tak mampu bergerak.
"Survival space berkurang karena tidak dilakukan uji fisik, tidak dilakukan sertifikasi," katanya.
Ditambah lagi, KNKT menemukan korosi di beberapa bagian bus sehingga memperparah pengurangan survival space. Penggunaan kaca yang bukan safety glass juga memperparah korban.
"Tingkat keparahan korban bertambah akibat kursi pengemudi dan penumpang baris terdepan tidak dilengkapi safety belt sesuai ketentuan UU no 22 tahun 2009 tentang LLAJ," tuturnya. (khf/hri)