Dalam catatan detikcom, Senin (28/12/2015), Lexus merupakan mobil mewah bikinan Toyota Jidoshi Kabushiki Kaisa, Aichi-ken, Jepang. Di Indonesia, Lexus mengantongi sertifikat merek sejak 25 Mei 1992 untuk kategori mobil dan suku cadangnya. Publik mengenal Lexus sebagai merek mobil kelas premium.
Meski Lexus mengantongi merek untuk kelas mobil, namun ia terusik dengan kehadiran hotel di Medan Sumatera Utara, yang mengantogi sertifikat merek Hotel Menara Lexus.

Menurut Lexus, hotel milik Ganda Christ Robert itu dapat menimbulkan kesan pada khalayak ramai seakan-akan merek hotel berhubungan dengan mobil Lexus. Toyota menilai Ganda mendompleng keterkenalan merek mobil Lexus yang sudah terlebih dahulu mendapatkan sertifikat merek.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Duduk sebagai ketua majelis Mahdi Soroinda Nasution dengan anggota Abdurrahman dan I Gusti Agung Sumanatha. Menurut ketiganya, merek Lexus telah terdaftar di beberapa negara dan telah melakukan investasi di negara di mana merek itu terdaftar. Lexus telah melakukan promosi, iklan yang gencar sehingga memenuhi kriteria merek terkenal sebagaimana penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf b UU Merek.
Gugatan ini bukan pertama kali dilakukan Toyota terhadap merek Lexus yang terdaftar di luar kelas mobil dan suku cadangnya. Sebelumnya Toyota juga membatalkan merek dengan nama 'Lexus' di Indonesia untuk berbagai jenis produk, seperti:
1. Helm merek Lexus
2. Lem merek Lexus
3. Software merek Lexus
4. Sepatu merek ProLexus
5. Sakelar listrik merek Lexus
Selain Lexus, tahun 2015 juga dikejutkan dengan sengketa merek mendoan yang dimiliki Fudji Wong. Merek mendoan yang juga nama makanan khas Banyumas ini mengagetkan warga Banyumas, setelah Wong mengantongi merek tersebut sejak 2010.
Alhasil, masyarakat ramai-ramai meminta Wong mencabut sertifikat merek tersebut dengan berbagai aksi, dari memunculkan #SaveMendoan di dunia maya hingga Bupati Banyumas Achmad Husein memimpin jalannya memasak 10 ribu mendoan serentak di Jalan Jenderal Sudirman, Banyumas pada 8 November 2015. Atas desakan warga yang begitu keras tersebut, Wong akhirnya dengan ikhlas memberikan sertifikat tersebut ke Pemda Banyumas sepuluh hari setelahnya.

Sayang, gejolak masyarakat ini ditanggapi dingin oleh Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkum HAM dengan 'menantang' masyarakat untuk bertemu di pengadilan guna menyelesaikan konflik ini.
Kejutan di jagat hukum intelectual property right tidak hanya sampai di situ. Konglomerat dunia pemilik jaringan IKEA juga harus mengakui kemenangan pengusaha Surabaya, PT Ratania Khatulistiwa.
IKEA merupakan akronim dari 4 kata yaitu Ingvar, Kamprad, Elmatayd dan Agunnaryd dan disingkat IKEA. Ingvar nama pendiri perusahaan, Kamprad nama keluarga pendiri, Elmatyrad nama pertanian tempat Ingvar Kamprad beranjak dewasa dan Agunnaryd adalah nama kelompok gereja Ingvar menjadi anggotanya. Ingvar membuat berbagai produk rumah tangga dengan cita rasa Swedia. Atas kesuksesannya, Ingvar menjadi orang terkaya di Eropa.

Nah, di Surabaya ada juga produsen yang memproduksi merek IKEA dengan kelas yang sama yaitu kelas 20 yaitu barang antara lain perabot rumah, cermin, bingkai gambar, benda dan lainnya, serta kelas 21 adalah barang antara lain perkakas atau wadah untuk rumah tangga, sikat dan sebagainya.
PT Ratania lalu menggugat IKEA dan menang. Pada 17 September 2014, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), mengabulkan permohonan PT Ratania yang meminta penghapusan pendaftaran merek IKEA atas nama Tergugat dengan Nomor Pendaftaran IDM000277901 tanggal pendaftaran 27 Oktober 2010 untuk kelas barang 20 dari Daftar Umum Merek Direktorat Jenderal HAKI dengan segala akibat hukumnya. Majelis PN Jakpus juga menghapus merek IKEA untuk kelas barang 21.
Tidak terima dengan putusan ini, IKEA lalu mengajukan kasasi. Tapi apa daya, pada 12 Mei 2015, majelis kasasi yang diketuai hakim agung Syamsul Maarif dengan anggota hakim agung Abdurrrahman dan hakim agung I Gusti Agung Sumanatha menolak permohonan kasasi Inter IKEA System BV.

Kejutan juga muncul dari sengketa logo 'KAKI TIGA' yang dipakai oleh merek minuman Cap Kaki Tiga. Seorang warga Inggris, Russel Vince, mengaku tidak terima dengan pemakaian logo Cap Kaki Tiga karena menyerupai dengan salah satu bendera koloni Inggris, Isle of Man. Meski sempat diragukan kapasitasnya karena tidak mendapat kuasa khusus dari Kerajaan Inggris, tapi Russel bisa memenangkan gugatan itu, baik di tingkat PN Jakpus, kasasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Masih soal merek, dunia farmasi juga harus mengakui kemenangan perusahaan asal Jerman, Merck sebagai produsen Neurobion. Adapun merek Bioneuron yang diproduksi PT Phapros Tbk, harus diganti karena dinilai menjiplak. Pada 3 September 2015, ketua majelis hakim agung Mahdi Soroinda Nasution dengan anggota hakim agung Nurul Elmiyah dan hakim agung Hamdi menolak kasasi PT Phapros Tbk.
Halaman 2 dari 5
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini