Namun selama itu mereka selalu bisa mengatasi perbedaan dalam tim. Dia mencontohkan perdebatan yang pernah terjadi yakni dalam Alquran kata ganti untuk Allah ada dua yakni 'aku' dan 'kami'.
"Karena dalam terjemahan Banyumasan, semua mendasarkan pada kata ganti aku atau ingsun," kata Tohari, Minggu (20/12/2015).
Dalam penggunaan kosakata, dirinya lebih memilih kosakata awami atau populer yang saat ini berkembang di masyarakat. Tujuannya agar masyarakat lebih mudah untuk memahaminya. Bahasa Banyumasan merupakan bagian dari Bahasa Jawa Kuna yang tidak memakai unggah-ungguh dan mengenal dominasi vokal 'O'. Tapi, Bahasa Banyumas saat ini sudah mulai mengenal unggah-ungguh karena lama menjadi daerah kekuasaan Mataram yang masuk dalam kategori Jawa Baru.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti kosakata yang tidak ada dalam Bahasa Banyumasan. Kata ganti orang pertama jamak adalah 'kami' dalam Bahasa Jawa standarnya adalah 'kito'. Tapi, kata 'kito' dalam bahasa Banyumasan tidak ada, yang ada, kata 'kito' itu diganti menjadi 'inyong kabeh'.
Dia menjelaskan, contoh lainnya yakni kata dalam Alquran yaitu 'wal ashri' atau yang berarti 'demi waktu' atau 'demi masa'. Di dalam bahasa Banyumasan kata tersebut tidak populer karena tidak ada padanan untuk kata 'demi'. Lalu, mereka memilih kata 'sekawit' untuk mengganti kata 'demi'. 'Sekawit', kata Tohari, saat ini sudah sangat jarang digunakan bahkan nyaris tidak dikenal.
Contoh lainnya, orang Banyumas mempunyai padanan kosakata 'bagaimana' yang sangat beragam. Seperti 'kepriwe', 'kepriben', 'kepimen' dan lainnya. Mereka sepakat untuk menggunakan kata standar kata 'kepriwe' atau dalam bahasa Indonesia berarti 'bagaimana'.
Hal ini menurut dia sangat berpengaruh terhadap terjemahan Banyumasan. Contohnya, dialog antara Tuhan dengan manusia tetap menggunakan bahasa krama (halus) tapi dalam tingkatan yang sederhana. Karena memang penerjemahan tersebut sejak awal bertujuan untuk mendekatkan Alquran kepada masyarakat 'abangan' atau penduduk muslim Jawa yang mempraktikkannya melalui adat dan tradisi Jawa. Mereka ini jumlahnya lebih besar dibanding pengikut NU maupun Muhamadiyah.
"Menurut penelitian jumlah Islam abangan sekitar 62 persen," ujar Tohari.
Usaha Tohari dan timnya berbuah manis. Kementerian Agama meluncurkan Alquran terjemahan berbagai bahasa daerah yang ada di Indonesia, termasuk dalam Bahasa Banyumasan awal Desember 2015 ini. Tujuannya agar masyarakat yang menggunakan bahasa daerah bisa memahami makna Alquran dengan baik.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini