Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta bekerjasama dengan Balitbang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Puslabfor Polri melakukan uji laboratorium pasca peristiwa tersebut.
Mereka menguji kandungan air di sepanjang perairan di Teluk Jakarta dan membandingkan dengan data terakhir yang diambil seminggu sebelum kejadian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal kebutuhan oksigen biota laut minimal 5 mg/L. Selain Pantai Ancol, kandungan oksigen di Muara Kamal juga tidak layak. Namun angkanya masih lebih baik dari Pantai Ancol yakni di atas 2 mg/L.
"Ini yang menyebabkan ikan-ikan mati," kata Peneliti Utama Balitbang KKP, Sri Turni Hartati di gedung BPLHD, Jl Kasablanka, Jakarta Selatan, Jumat (18/12/2015).
Kondisi ini, kata Hartati, diperparah dengan buruknya sirkulasi air di Pantai Ancol karena adanya bendungan. Sehingga kandungan oksigen di dalam air semakin sedikit bahkan hampir 0 mg/L.
"Mungkin bendungan ini untuk mencegah biar ombak tidak sampai atau barangkali untuk mencegah erosi Ancol," katanya.
Kembali pada minimnya oksigen, Hartati menjelaskan, hal itu terjadi lantaran tingginya kandungan zat organik berupa nitrat dan fosfat yang berasal dari limbah domestik dan industri.
Namun dalam hal ini, yang paling berpengaruh terhadap kurangnya oksigen adalah limbah domestik.
"Saya tidak berbicara logam berat karena tidak terkait dengan fitoplankton dan kekurangan oksigen," ujarnya.
Nitrat dan fosfat merupakan jenis nutrien yang dapat memicu ledakan pertumbuhan plankton atau blooming algae. Zat-zat ini menumpuk di dasar perairan Ancol yang berasal dari limbah penduduk. Kelebihan fitoplankton tersebut dapat mengaduk perairan.
"Air yang d ibawah mengaduk ke atas sehingga menimbulkan fitoplankton meledak. Pada malam harinya, tidak ada matahari, ikan-ikan itu kalah berebut oksigen sehingga pada mati," papar Hartati.
Rata-rata ikan yang mati adalah ikan yang berada di laut bagian bawah. Sebab mereka biasanya berdiam di area tersebut.
"Kalau ikan-ikan yang di atas, mereka bisa pindah saat kekurangan oksigen. Kalau di bawah enggak bisa ke mana-mana," tuturnya.
Banyaknya ikan mati ini, kata Hartati, merupakan peristiwa alam yang sering terjadi terutama saat musim peralihan atau awal musim hujan. Jenis ikan yang mati adalah kiper, beronang, petek, sembilang, gulamah dan beberapa jenis ikan berukuran kecil lainnya.
"Ikan-ikan ini tidak ekonomis. Biasanya ikan-ikan itu tertangkap dengan alat tangkap pasif bagan dan sero yang tersebar di Teluk Jakarta," ujar Hartati. (khf/fdn)