Keputusan MKD yang menutup kasus tanpa pemberian sanksi untuk Novanto itu mendapat kritikan dari berbagai pihak. Salah satunya dari pakar hukum tata negara Refly Harun.
Menurut Refly, keputusan MKD yang menutup kasus tanpa kesimpulan atau pemberian sanksi untuk Novanto adalah keliru. "Apa yang dilakukan MKD itu keliru," kata Refly saat berbincang dengan detikcom, Kamis (17/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mestinya anggota MKD menyelesaikan sidang. Ya mungkin cukup diberikan sanksi sedang sehingga dia (Novanto) diberhentikan dari Ketua DPR," kata Refly.
Dengan tidak diberikan sanksi, maka Novanto masih memiliki kesempatan untuk duduk di alat kelengkapan Dewan. Mestinya MKD bisa memberikan sanksi sedang dengan konsekuensi tidak bisa menjadi pimpinan di alat kelengkapan DPR (AKD).
Menurut Refly, hal itu pernah terjadi pada seorang anggota DPR periode 2009-2014. Saat itu MKD yang masih bernama Badan Kehormatan DPR memberikan sanksi kepada salah seorang legislator dengan tidak boleh menjadi pimpinan di AKD. Β
Anggota MKD Sarifuddin Sudding menyatakan alasan Mahkamah tak memberikan sanksi kepada Novanto adalah berdasar sisi kemanusiaan. "Sebenarnya, keputusan MKD sudah dirumuskan mengarah ke pemberhentian dari Ketua DPR dengan pelanggaran etika, namun dengan surat pengunduran diri Novanto, dari sisi kemanusiaan, saya nyatakan bahwa ini ibarat orang sudah jatuh tertimpa tangga," kata Sudding saat dihubungi, Kamis (17/12/2015).
Sudding memahami argumen bahwa Novanto dilaporkan ke MKD sebagai anggota, bukan ketua DPR. Hanya saja, para anggota MKD semalam juga melihat sisi kemanusiaan tersebut.
"Ya, MKD juga proses memang sebagai anggota. Ini sisi kemanusiaan. Semalam (di rapat) dijelaskan bagaimana dia menyampaikan permintaan maafnya," ujar politikus Hanura ini.
(erd/nrl)











































