Hal ini menyeruak dalam rapat pimpinan MA akhir pekan lalu. Seluruh hakim agung hadir dan juga para staf dan panitera pengganti.
"Bahwa perkawinan seorang prajurit yang dilakukan menurut agamanya (kawin siri) tanpa izin atasan yang berwenang, perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat formil dalam hukum administrasi personil," demikian resume rapat yang dilansir website Mahkamah Agung (MA), Rabu (16/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi perbuatan tersebut telah melanggar hukum administrasi personil dan secara administrasi harus diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan," ujar rapat.
Bahwa perbuatan seorang prajurit yang melangsungkan perkawinan secara siri sebanyak 4 kali dan tanpa dicatat oleh pejabat yang berwenang, perkawinan-perkawinan siri yang telah dilakukannya tersebut harus dipersalahkan melanggar Pasal 279 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Melakukan perkawinan-perkawinan siri harus dianggap perkawinan tersebut sah secara agama Islam dan apabila perkawinan-perkawainan siri tersebut dapat dibuktikan di pengadilan maka putusan pengadilan harus menganggap bahwa telah terjadi kawin ganda yang tidak dibenarkan dalam kehidupan prajurit TNI," ujar forum hakim agung itu.
Selain masalah moral, hakim agung juga memperdebatkan perwira TNI yang terjerat kasus narkoba. Bagaimana jika ada prajurit yang kecanduan dan ketagihan nakoba, apakah dipecat atau tetap dipertahankan dalam kesatuan.
"Penerapan rehabilitasi terhadap prajurit TNI tidak menyalahi tugas pokok sebagai alat pertahanan negara. Bila prajurit TNI penyalahguna/pecandu narkotika harus dijatuhkan pidana penjara dan pidana tambahan pemecatan, hakim dalam putusannya dapat menerapkan rehabilitasi terhadap terdakwa dengan pertimbangan rehabilitasi tersebut merupakan hak konstitusional terdakwa untuk mendapatkan penyembuhan," demikian hasil kesimpulan rapat tersebut. (asp/bar)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini