"Pengusulnya kalau enggak salah dari IKAHI, menjadi inisiatif DPR," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Soebagyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (11/12/2015).
Dia menjelaskan, siapa saja bisa mengusulkan RUU ke DPR. RUU CoC memang rencananya masuk menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2016. Meski begitu, Baleg akan mencermati terlebih dahulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Firman menyatakan akan mempelajari draf RUU CoC beserta naskah akademiknya sebelum menilai apakah RUU itu mendesak untuk digarap DPR atau tidak. Meski begitu, menurutnya, lembaga peradilan perlu mendapat perlindungan.
Soal kebebasan pers yang terancam itu, Firman akan mengeceknya apakah tumpang tindih dengan Undang-undang lain atau tidak. Soalnya sudah ada Undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan mendapatkan informasi.
"Tentunya kita juga harus fair bila nanti menutup keterbukaan, juga soal apakah itu tumpang tindih dengan Undang-undang lain atau tidak," tuturnya.
Firman menyatakan Baleg belum mencermati draf RUU CoC, meski sudah dikirim ke Baleg. Soal Pasal 24 RUU CoC yang mengatur hukuman 10 tahun penjara bagi pelanggar juga bakal disoroti lebih lanjut.
"Saya belum baca. Saya belum bisa berkomentar banyak. Perlu dibaca penjelasan umumnya juga sampai pasal-pasalnya," tuturnya.
Firman menilai, jalannya pengadilan perlu diatur agar tidak mengancam pertimbangan keputusan majelis hakim. Misalnya, ada orang yang diadili namun punya modal untuk mengerahkan massa. Massa tersebut lalu membuat tekanan dalam sidang terbuka. Bisa saja majelis hakim berpotensi berubah pikiran dalam memutus perkara orang yang sedang dia adili itu.
"Tetapi sanksinya perlu dipertimbangkan. Karena soal sanksi kita belum punya parameter yang jelas," ujarnya.
Pasal yang dikhawatirkan membungkam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi adalah pasal 24 RUU CoC. Berikut adalah bunyi pasal di RUU itu:
Setiap orang yang mempublikasikan atau memperkenankan untuk dipublikasikan proses persidangan yang sedang berlangsung, atau perkara yang dalam tahap upaya hukum, yang bertendensi dapat mempengaruhi kemerdekaan atau sifat tidak memihak hakim, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau dipidana denda paling banyak Rp 1 miliar.
Dalam RUU ini, hukuman itu tidak hanya diterapkan kepada wartawannya, tetapi juga kepada badan hukum tempat wartawan tersebut bekerja. Dalam Pasal 50 ayat 1 disebutkan:
Apabila tindak pidana terhadappenyelengaraan peradilan dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan dan saksi pidana dijatuhkan kepada:
a.Badan usaha, dan/atau;
b.Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
(dnu/Hbb)