Sindikat ini bahkan melibatkan seorang oknum CPNS yang berstatus pegawai harian lepas di Unit Pelayanan Teknis Pengujian Kendaraan Bermotor (UPT PKB) Daerah Jakarta Timur Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta. Lalu bagaimana Kadishub DKI Andri Yansyah menanggapi kasus ini?
Kepada wartawan, Andri mengungkap pihaknya memiliki 5 kantor PKB yakni di Kedaung Angke, Jagakarsa, Menteng, Pulogadung dan Cilincing. Namun, pasca sidak KPK, 2 PKB yakni di Jagakarsa dan Kedaung Angke ditutup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya booking antrean ini, tanggal dan bulan uji kir pemohon sudah terter jela dalam booking antrean. Namun karena kantor PKB berkurang, sehingga mengakibatkan banyaknya antrean.
"Karena memang antrean panjang emang harus satu bulan kemudian. Setelahnya bayar uang Kir ke bank DKI berjumlah Rp 87 ribu," ujarnya.
Biaya administrasi uji kir bagi kendaraan yang sehat dan terawat sebenarnya murah. Selanjutnya, pemohon melakukan uji kir ke drive thru untuk pemeriksaan kondisi kendaraan seperti uji emisi, uji sistem rem dan lainnya.
"Si sopir sudah jelas pada saat masuk drive thru langsung jelas keliatan. Di situ kita lihat kebisingan suaranya, cek sen, klakson dan segala macam termasuk sistem rem dan pedal gas dan itu semua proses melalui teknologi, layarnya menunjukkan sekian sekian," ungkapnya.
Ia menyebut, ada peluang oknum melakukan rekayasa pada saat pemeriksaan fisik kendaraan. Sebab ada jeda waktu pemohon untuk menunggu hasil uji kir yang cukup memakan waktu yang kemudian membuat antrean yang panjang.
"Nah di sini pak nih ada peluang melakukan rekayasa. Tapi untuk Pulogadung kami sudah lakukan begitu keluar drive thru mereka langsung bisa dapat hasilnya, tapi di Cilincing dan Ujung Menteng belum, jadi harus antre dulu, parkir hasilnya masuk ke back office baru nanti di data dan keluar hasil. Dari sini ada jeda 5-6 menit," jelasnya.
"Untuk di Pulogadung semua sudah lengkap. Sebenarnya kalau memang mobilnya sehat, dirawat dengan rutin sesuai ketentuan malah justru lebih gampang, mudah dan murah. Kalau seumpama mengikuti hasil booking tidak terlalu panjang, mungkin karena mereka maunya buru buru akhirnya terjadilah hal hal yang tidak diinginkan," tutupnya.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengungkapkan, terungkapnya praktir Kir aspal ini merupakan hasil observasi dari tim Unit V Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Krishna mengatakan, praktik ini terjadi karena permasalahan di lapangan pada saat proses uji kir.
"Seperti antrean yang panjang, birokrasi yang ribet dan biaya yang mahal sehingga timbullah buku Kir asli tetapi tanpa melalui proses yang benar," ujar Krishna. (mei/fdn)