Lewat kuasa hukumnya, Troy Latuconsina, Ola menyampaikan bahwa putusan itu dipandang tidak adil. Dia menjelaskan, putusan vonis mati itu seolah-olah mengabaikan fakta persidangan.
"Coba dibayangkan, sudah ada dua putusan yang menyatakan vonis Ola nihil yaitu di tingkat pertama dan banding. Kenapa di tingkat kasasi dia divonis mati? Ini saya rasa terjadi kekeliruan yang luar biasa," ucap Troy, saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (3/12/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Putusan itu sangat kami sayangkan. Saya rasa hakim tidak melihat fakta persidangan," ujar Troy.
Menurut Troy, kliennya dalam kasus kedua hanya terbukti melanggar pasal 137 huruf a UU Narkotika tentang pencucian uang dalam bisnis narkoba. Dia merasa heran, mengapa di tingkat kasasi kliennya divonis melanggar pasal 114 ayat 2 UU Narkotika sesuai dakwaan primer jaksa.
"Kalau putusannya seperti itu, artinya dakwaan jaksa yang menyatakan Ola melanggar pasal 114 ayat 2 terbukti. Padahal di tingkat sebelumnya yang terbukti hanya 137 huruf a yang ancaman hukuman 15 tahun," ungkap Troy.
Akankah Ola akan mengajukan PK? Atas pertanyaan itu, dia akan berkonsultasi dengan kliennya.
"Kami akan segera koordinasi dulu, kami juga belum lihat salinannya secara utuh," jawab Troy.
Ola dihukum mati pada tahun 2000, bersama Rani dan Dani. Nasib baik menyapa Ola dan Dani pada 2011 karena Presiden SBY mengampuni keduanya dan mengubah hukumannya menjadi hukuman mati. Adapun Rani, ia menghembuskan nafas terakhirnya pada Januari 2015 setelah peluru eksekutor menembus dadanya.
Mendapati grasi, Ola bukannya bersyukur malah makin liar. Ia mengendalikan narkoba dari balik jeruji besi hingga kembali ditangkap BNN. (rvk/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini