Terbaru, pencemaran sungai-sungai yang berhilir ke laut di utara Jakarta mengakibatkan matinya jutaan ikan di Pantai Ancol. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) masih meneliti penyebab pastinya.
Pencemaran juga mewarnai sungai di Kanal Banjir Timur (KBT). Air di KBT berbusa. Busa tersebut merupakan limbah industri dan rumah di sekitar KBT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta pernah menyebut 13 sungai di ibu kota sudah kronis dengan tingkat pencemaran yang parah. Tidak ada peranti hukum yang mengatur sanksi tegas bagi pelaku pembuangan air limbah ke sungai yang mencakup usaha industri dan warga menjadi salah satu persoalannya.
Bahkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta sebelumnya menyebut kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) DKI Jakarta soal pengelolaan limbah khususnya limbah hasil rumah tangga, tidak maksimal. BPK melihat SKPD masih saling lempar tanggung jawab mengenai pengelolaan limbah. Akibatnya pencemaran lingkungan di sungai dan teluk di DKI Jakarta tidak tertangani optimal.
Menanggapi pencemaran itu, Gubernur DKI Basuki T Purnama (Ahok) berasumsi, matinya ikan itu karena pencemaran dari sungai-sungai yang berhilir ke laut di utara Jakarta. Ia siap memberikan sanksi bagi perusahaan-perusahaan yang terbukti membuang limbah industrial.
Begini penampakannya:
1. Ikan Mati Massal di Ancol
Foto: Rachman Haryanto
|
Jutaan ikan-ikan berbagai jenis ditemukan mati dan sudah bau di sepanjang Pantai Ancol, Jakarta Utara. Fenomena ini membuat heboh warga sekitar.
![]() |
Ikan-ikan yang ditemukan itu antara lain ikan bandeng, kakap, belanak, ketang-ketang dan lele laut. Total berat ikan mati yang terkumpul sekitar 650 kilogram.
Penyebab matinya ikan-ikan itu masih diselidiki. Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Junaedi bersama tim mengambil sampel air ikan yang mati hingga ke tengah laut. Dia berangkat bersama dengan tim Puslabfor Mabes Polri.
![]() |
Sementara itu, pihak Ancol juga akan menggelar jumpa pers. Pihak Ancol sebelumnya menyebutkan penyebab ikan mati akibat cuaca ekstrem. Namun menurut Kepala BPLHD DKI Junaedi, penyebab ikan mati karena sampah di darat dan sungai yang bermuara ke laut.
![]() |
2. Lautan Buih di KBT
Foto: Rachman Haryanto
|
![]() |
Sampah-sampah ini menggenangi KBT dari kawasan Buaran, Jakarta Timur. Kebanyakan sampah-sampah ini berjenis plastik dan kardus-kardus kecil.
Tunpukan sampah banyak juga yang tersangkut di bawah jembatan-jembatan. Sampah-sampah tersebut tersangkut di bawah tiang penyangga jembatan.
Air sungai BKT yang beberapa waktu lalu masih berwarna cokelat saat ini sudah menghitam. Bau tak sedap juga tercium. Terkadang terdapat busa-busa putih seperti bekas deterjen di aliran KBT. Busa tersebut merupakan limbah industri dan limbah rumah tangga.
![]() |
Pusat tumpukan sampah terdapat di daerah Cipinang. Aliran KBT yang tidak terlalu dalam membuat banyak sampah yang tersangkut di dasar kanal. Beberapa petugas kebersihan terkadang terlihat membersihkan KBT. Mereka masuk ke dalam aliran kanal untuk meminggirkan tumpukan sampah. Namun sampah yang bertumpuk membuat langkah yang dilakukan petugas kebersihan ini terlihat sia-sia.
![]() |
3. Gunung 'Tua' Sampah
Foto: Rengga Sancaya
|
Ketua RW 01 Kelurahan Rambutan, Ciracas, Juli Karyadi, yang wilayahnya ikut terganggu dengan tumpukan sampah ini mengatakan awalnya sungai ini bersih. Sampah mulai terlihat saat air sungai mulai tercemar karena limbah pabrik.
![]() |
"Awalnya dari limbah pabrik tekstil di daerah Ciracas, airnya mulai berbau dan berwarna. Selain itu juga ada limbah pabrik tahu dan tempe jadinya airnya bau. Setelah sungai tercemar, warga jadi nggak peduli dan akhirnya pada buang sampah ke sungai," ucap Juli kepada detikcom, Senin (14/9/2015).
Juli mengatakan di pinggir-pinggir sungai dulunya terdapat empang. Namun empang itu kini sudah banyak dibangun rumah dan ada yang dijadikan lokasi Pembuangan Sampah Sementara (LPS). Sampah di empang semakin menumpuk karena warga terus membuang sampah hingga akhirnya sampah merambah hingga bantaran sungai dan membuat lebar sungai yang dulunya 10 meter kini tersisa hanya 5 meter.
"Empangnya sekarang jadi gunung sampah dan banyak dibangun rumah," ucap Juli.
![]() |
Untungnya LPS di bantaran sungai itu sudah tidak digunakan sejak 3 tahun lalu karena lokasinya yang sudah penuh sampah. Pengurus RT setempat lalu memindahkan LPS itu ke lokasi yang jauh dari sungai dan berada dekat kantor RW 01 di depan Puskesmas. "Di LPS yang baru ini kan depannya Puskesmas jadi kalau petugas ambil sampahnya telat banyak yang komplain. Jadi petugasnya setiap hari ambil sampahnya," katanya.
Kondisi ini semakin parah dan puncaknya saat musim hujan, perumahan yang ada di seberang sungai ini kebanjiran. Warga perumahan itu kemudian melaporkan hal ini ke Pemprov DKI melalui aplikasi QLUE milik pemprov. "Mereka laporan ke QLUE di website Pemprov DKI dan akhirnya 2 hari ini ada pengerukan pakai backhoe," katanya.
![]() |
Hari ini sampah di bantaran sungai juga masih menumpuk. Bahkan sampah itu menjadi pakan kambing warga. Di atas tumpukan sampah itu terdapat kandang kambing berukuran 2,5 x 6 meter. Kambing-kambing itu terkadang dilepas dari kandang dan mencari makan di tumpukan sampah di bantaran sungai.