Melihat fenomena di atas, Ketua Mahkamah Agung (MA) mengaku sedih melihat dunia kehakiman di Indonesia, terutama untuk hakim di daerah pelosok. Bayangkan saja, seorang 'Yang Mulia' yang bersidang di daerah pelosok masih harus naik ojek ke kantornya atau bahkan masih pusing memikirkan kredit rumah.
"Kalau kita lihat hakim di daerah, masih banyak mereka yang naik motor atau masih naik ojek. Keamanan mereka bagaimana? Kesejahteraan mereka bagaimana?" ujar Ketua MA, Hatta Ali, saat berbincang bersama detikcom, Jumat (27/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana dia memikirkan persoalan hukum kalau dia sendiri masih repot memikirkan kredit rumah?" kata Hatta mengungkapkan perasaannya.
Guna meningkatkan kesejahteraan, Hatta menjelaskan pihaknya sedang menggodok RUU Jabatan Hakim yang akan diserahkan ke DPR. Menurutnya, hakim sebagai pejabat negara harus diperlakukan layaknya seorang pejabat.

Salah satu yang harus diperhatikan ialah aspek fasilitas keamanan bagi seorang hakim. Menurutnya, profesi hakim tidak bisa lepas dari masalah keamanan karena hakim harus berhadapan dengan pelaku pidana dalam persidangan.
"Bila kesejahteraan hakim sudah terpenuhi, yang diuntungkan juga para masyarakat, para pencari keadilan. Artinya kalau dia mau coba-coba suap hakim dia akan berpikir seribu kali karena hakimnya sudah sejahtera," ujar Hatta Ali.
Namun sayang, acapkali perjuangan hakim ini tercoreng hanya gara-gara ulah segelintir hakim yang tertangkap KPK atau melakukan kesalahan etik. Menurut Hatta Ali, perbuatan itu merupakan perbuatan perorangan dan jangan sampai menafikan fakta sesungguhnya di lapangan.
"Yang kita akan bangun kan sistemnya. Kalau orang seperti itu, di mana pun juga ada. Di kementerian yang mengurusi minyak, uangnya banyak, juga masih tetap ada orang seperti itu," ujar Hatta Ali memberikan contoh.
Cerita Hatta Ali bukannya tanpa bukti. Seorang hakim yang harus keliling Indonesia, seringkali meninggalkan keluarganya. Untuk bertemu keluarga, dibutukan ongkos yang tidak sedikit. Selain itu, jarang alokasi bea siswa dari negara untuk para hakim guna meneruskan pendidikan ke strata 2 atau strata 3 dan harus merogoh kocek sendiri.
"Saya 15 tahun jadi hakim, belum bisa punya rumah sendiri. Kredit juga belum bisa. Insya Allah tahun depan mulai mencari-cari," kata seorang hakim yang enggan disebutkan namanya.
Dibandingkan dengan negara lain, hakim merupakan warga kelas pertama. Seperti selalu mendapatkan protokoler kelas utama, keamanan tingkat tinggi hingga tunjangan maksimal lainnya. Adapun di Indonesia, hakim acapkali dinomorsekiankan.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini