"Maksudnya tidak boleh itu adalah memaksa anak belajar membaca dan menghitung sebelum dia siap, karena akan menghasikan pengalaman negatif yang akan berpengaruh pada perkembangan anak di kemudian hari," ucap Ella saat berbincang dengan detikcom, Kamis (26/11/2015).
Menurut Ella, saat ini banyak balita di PAUD sudah diajarkan calistung dengan cara yang kovensional oleh gurunya. Calistung itu menurut Ella harusnya diganti dengan belajar pra keaksaraan yang memang sesuai dengan kurikulum PAUD.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jadi menurutnya belajar di PAUD itu bukan seperti belajar di kelas-kelas SD, di mana ada guru di depan dan mendikte anak untuk menulis atau membaca. Untuk anak di usia balita ini harusnya belajar dengan cara yang menyenangkan dan tidak memberikan beban.
"Intinya yang boleh dilakukan mengajarkan lebih banyak kosa kata, mendongeng, membacakan buku cerita yang kreatif dengan ekspresif jangan membaca datar," ucapnya.
"Yang diajarkan adalah menghitung atau membaca bunyi tanpa makna. Misalnya seperti cucu saya yang umurnya 2 tahun, dia bisa menghitung 1 sampai 5 tapi tidak diajarkan 2x2," tambahnya.
Ella mengatakan anak-anak dalam masa golden age atau usia emas ini perlu mendapat pengalaman belajar yang menyenangkan. Belajar yang lebih banyak bermain dan perkenalan lingkungan sekitanya, bukannya belajar membaca menulis, menghitung yang memerlukan pemahaman pelik bagi sang anak.
Jika anak belajar dengan suasana yang tak menyenangkan maka akan berdampak psikologis saat mereka dewasa. Mereka akan bosan dan tidak suka membaca ataupun menulis.
"90 persen otak anak tumbuh itu sebelum 5 tahun, di usia itu kita memberikan pengalaman-pengalaman yang mennyenangkan. Bahagiakan anak-anak di masa itu," katanya. (slm/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini