Apa Hebatnya Otak Einstein

100 Tahun Teori Einstein

Apa Hebatnya Otak Einstein

Sapto Pradityo - detikNews
Selasa, 24 Nov 2015 19:33 WIB
Foto: Altervista
Jakarta -

Pada pertengahan April 1955, Albert Einstein dilarikan ke Rumah Sakit Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, lantaran mengalami perdarahan dalam perut. Tapi Einstein yang sudah lanjut usia menolak dibedah.

"Aku ingin pergi ke tempat yang aku mau.... Tak ada gunanya mempertahankan hidup dengan alat-alat bantu," kata Einstein seperti dikutip IBTimes. "Aku sudah mengerjakan bagianku, sekarang saatnya pergi. Dan aku akan pergi dengan cara yang elegan."

Sehari kemudian, pada pukul 01.15, 18 April 1955, Einstein berpulang pada usia 76 tahun. Albert Einstein meninggalkan ratusan artikel ilmiah dan dua mahakarya, yakni Teori Relativitas Khusus dan Teori Relativitas Umum. Teori-teori Einstein mengubah cara pandang terhadap cahaya, ruang, waktu, dan materi.

Pada 25 November besok, Teori Relativitas Umum tepat berumur seabad. Selama itu pula, teori-teori Einstein sudah melewati dan lulus dari pelbagai tes, bahkan caci-maki. Astronom dari Amerika, Thomas Jefferson Jackson See, pernah menuduh Einstein sebagai penjiplak. Dia menyebut Teori Relativitas Umum sebagai "lelucon gila dan sebuah aib". Tapi, sampai akhir hayatnya, Thomas pun tak bisa membuktikan di mana kesalahan teori Einstein. Demikian pula fisikawan dan ilmuwan lain.

Pada 2 Desember nanti, dari landasan Kourou, Guiana, Badan Antariksa Eropa (ESA) akan meluncurkan wahana LISA Pathfinder ke langit sana. Salah satu "tugas" LISA adalah "menguji" prediksi Einstein lewat Teori Relativitas Umum. Salah satu prediksi Einstein yang belum terbukti sampai hari ini adalah soal keberadaan gelombang gravitasional.

Thomas Harvey/Medium


"Pencapaian sains Teori Relativitas Umum setara dengan pencapaian seni Michelangelo di Kapel Sistina," kata Pedro Ferreira, profesor astrofisika di Universitas Oxford, kepada Guardian. Hanya jenius besar seperti mereka berdua yang bisa mencapainya. Dan rahasia mahakarya itu ada di otaknya.

Jauh sebelum meninggal, Einstein berpesan supaya jenazahnya dikremasi dan abunya ditabur di tempat yang tak diketahui umum. Dia tak ingin ada orang datang dan memuja-muja kuburannya. Seperti wasiatnya, jenazah Einstein dikremasi dan keluarganya menaburkan abunya di sepanjang Sungai Delaware. Tapi, tak seperti yang Einstein wasiatkan, ada dua bagian tubuhnya yang tak ikut dikremasi: otak dan bola matanya.


Tanpa seizin keluarga Einstein, dokter Rumah Sakit Princeton, yang bertugas mengautopsi jenazah sang jenius, Thomas Stolz Harvey, mengambil otak dan bola mata Einstein. Bagian otak dia simpan sendiri, sementara mata Einstein dia serahkan kepada dokter mata Henry Adams. Belakangan, Harvey baru minta izin kepada Hans Albert, putra Einstein.

Walaupun sempat marah besar, Hans memberi izin dengan syarat otak ayahnya hanya disimpan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. "Apakah Harvey mengambilnya untuk kepentingan pribadi atau sains, orang tak pernah tahu," kata Michael Paterniti, wartawan yang sempat lama menemani Harvey.

Kabar soal otak Einstein yang disimpan Harvey segera tersebar ke mana-mana. Harvey kebanjiran permintaan dari ilmuwan pelbagai kampus untuk ikut meneliti otak sang jenius. Mereka semua berharap bisa menemukan di mana sumber kejeniusan Einstein.

Tapi Harvey menolak menyerahkan otak Einstein, hingga Rumah Sakit Princeton memecatnya. Harvey angkat kaki dari Princeton bersama otak Einstein. Dengan bantuan seorang teman di Universitas Pennsylvania, dia membuat ratusan spesimen dari otak Einstein. Spesimen itulah yang dia bagi-bagikan kepada sejumlah peneliti. Sisanya dia simpan dalam stoples dan disimpan di rumah.

Selama bertahun-tahun setelah kematian Einstein, tak ada kabar maupun hasil penelitian soal otaknya diterbitkan. Tak ada satu pun artikel ilmiah soal otak Einstein lahir dari tangan Harvey. Beberapa peneliti yang menerima kiriman spesimen otak Einstein dari Harvey, seperti Sidney Schulman dari Universitas Chicago, juga tak menemukan tanda-tanda istimewa pada otak Einstein. Berat otak Einstein hanya 1.230 gram, tak beda dengan rata-rata orang. Masih kalah jauh dari berat otak matematikawan Jerman, Carl Friedrich Gauss, 1.492 gram.

Hingga detik ini, lebih dari 60 tahun setelah kematian Einstein, hanya ada enam artikel ilmiah soal penelitian otak Einstein yang pernah dipublikasikan. Pada 1985, tiga puluh tahun setelah Einstein berpulang, Marian Diamond, peneliti dari Universitas California, Berkeley, menulis di jurnal Experimental Neurology soal konsentrasi sel glial di otak Einstein yang di atas rata-rata orang.

Spesimen otak Einstein di Museum Mutter/Museum Mutter


Pada 1999, giliran Sandra Witelson, neurolog dari Universitas McMaster, Kanada, menulis soal riset otak Einstein di jurnal top, Lancet. Sandra menemukan, bagian atas otak Einstein, bagian parietal lobus, yang berperan dalam perhitungan matematis, lebih lebar daripada milik orang biasa. Dean Falk, profesor di Universitas Negeri Florida, bersama Frederick Lepore, neurolog dari Universitas Kedokteran New Jersey, juga menemukan beberapa hal tak biasa pada otak Einstein, misalnya bentuk bagian tengah parietal lobus yang tak simetris sama sekali.

Tapi tak ada kesimpulan yang meyakinkan dari peneliti otak ini soal sumber keistimewaan Einstein. "Jika kalian menaruh kakiku di atas api dan memaksaku menjawab, 'Di mana Teori Relativitas Khusus? Dari mana asal Teori Relativitas Umum?' Kami sama sekali tak tahu," kata Lepore kepada BBC.
Halaman 2 dari 2
(sap/hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads