Sidang MKD Harus Terbuka Demi Selamatkan Demokrasi

Sidang MKD Harus Terbuka Demi Selamatkan Demokrasi

Yudhistira Amran Saleh - detikNews
Senin, 23 Nov 2015 08:27 WIB
Sidang MKD Harus Terbuka Demi Selamatkan Demokrasi
Ilustrasi Setya Novanto (Foto: Andhika Akbarayansyah)
Jakarta - Sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR Setya Novanto diharapkan dilakukan secara terbuka dan transparan. Hal itu demi menyelamatkan demokrasi yang sudah berlangsung sejak era reformasi.

Menurut Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI Mustafa Fakhri, bangunan demokrasi sebuah negara akan labil tanpa ditopang oleh 2 pilar utama, yakni rule of law dan rule of ethics. Keduanya bisa dilakukan oleh penyelenggara negara yang memiliki integritas tinggi.

"Bangunan demokrasi sebuah negara akan labil tanpa ditopang oleh 2 pilar utama, yakni rule of law dan rule of ethics. Kedua pilar tersebut hanya dapat dihadirkan oleh penyelenggara negara yang berintegritas dan tidak hanya menjunjung tinggi due process of law tetapi juga menjaga dengan baik etika penyelenggara publik," kata Ketua Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UI Mustafa Fakhri dalam kletrangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (23/11/2015).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inilah momentum yang tepat untuk mewujudkan reformasi parlemen dimaksud dengan menggunakan instrumen hukum internal yang sudah disepakati bersama. Apalagi disebutkan dalam peraturan tersebut bahwa dalam penanganan aduan, MKD harus bertindak independen, imparsial dan tidak mengindahkan intervensi yang datang dari manapun. Keterbukaan proses pemeriksaan sampai dengan dibacakannya putusan dalam perkara ini, akan menghadirkan kontrol publik sebaik mungkin," lanjutnya.

Mustafa Fakhri menambahkan, semangat reformasi parlemen yang dilakukan lembaga perwakilan rakyat saat ini patut diapresiasi. Hal itu tercermin melalui peningkatan peran dari penegak rule of ethics yang sebelumnya disebutkan dengan istilah 'Badan' menjadi 'Mahkamah' yang mengemban tugas mulia untuk menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.

"Dalam rangka semangat reformasi parlemen itu pulalah, pada tahun ini DPR melengkapi instrumen hukum dan etiknya, yakni dengan menghadirkan Peraturan DPR RI No. 1 tahun 2015 tentang Kode Etik dan Peraturan DPR RI No. 2 tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (MKD)," kata Mustafa Fakhri.

"Dalam salah satu interne regelingen tersebut disebutkan kemungkinan diselenggarakannya sidang MKD secara terbuka, sebagaimana disebutkan pada Pasal 15 ayat 2 Peraturan DPR Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD yang berbunyi, 'Sidang MKD bersifat tertutup, kecuali dinyatakan terbuka oleh sidang MKD'," tambahnya.

Apabila nanti terkuak bahwa anggota MKD tidak imparsial, maka ketidak percayaan publik akan semakin terakumulasi. Tentu kemudian akan berdampak pada kehidupan demokrasi ke depan.

"Lebih dari pada itu, dukungan moril publik kepada MKD jelas sangat dibutuhkan untuk memeriksa sang ketua," ucapnya.

Mustafa Fakhri menjelaskan Koalisi Merah Putih jangan terlalu bersedih dengan sidang terbuka ini. Karena KMP akan lebih berwibawa ketika proses ini berlalu.

"KIH juga jangan melompat kegirangan, karena dengan MKD yang berintergritas, merasakan kegetiran yang sama hanya tinggal menunggu waktu saja. Satu hal yang penting untuk dicatat, proses ini harus bebas dari intervensi kepentingan politik untuk menyelamatkan marwah institusi dewan," katanya.

"Karena parlemen yang sehat dan berintegritas adalah aset utama bangsa yang harus diselamatkan agar checks and balances dapat kembali berjalan normal," tutupnya. (yds/bpn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads